Senin, 02 Juni 2008

Enam Kata Keramat Untuk Pesisir

Tanggal : 6-03-2008
Sumber : http://g1s.org/lingkungan-hidup/enam-kata-keramat-untuk-pesisir-722

Oleh Dr. Satia Negara Lubis & Dr. Matius Bangun

Tidak bodoh, tidak sakit dan tidak lapar adalah enam kata yang dijadikan satu semboyan kuat dan terlontar oleh "abah" salah satu calon Gubernur Sumut pada Debat Cagubsu Waspada baru-baru ini. Enam kata itu tampaknya sederhana, bijak, tidak klise, praktis, mudah dicerna dan terkesan lucu apalagi diucapkan dengan gaya yang lucu. Tetapi sesungguhnya itu adalah kata yang mampu menjawab semua pertanyaan tentang Sumatera Utara dan mampu pula memporakporandakan semua jawaban yang aneh-aneh dari calon lainnya.

Tentu saja tulisan ini tidak membahas bagaimana prosesi debat Cagubsu itu dan tulisan ini bukan pula sebagai dukungan atau bantahan pada salah satu Cagubsu. Kami hanya tertarik pada semboyan itu dan coba mengaitkannnya dengan kondisi pesisir kita saat ini. Itu pun kami kaitkan karena calon Cagubsu yang melontarkan enam kata keramat itu sangat dekat dengan pesisir. Tentu saja sekaligus memberi tips kecil buat Cagubsu untuk melengkapkan kata menjadi aksi nyata.

Pesisir Timur-Barat

Wilayah Pesisir Timur Sumatera Utara dikelompokkan menjadi dua wilayah yaitu : (1) Wilayah up-land atau kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan daerah belakang yang berpengaruh terhadap ekosistem kawasan di bawahnya (kawasan pantai pesisir hingga laut). Yang termasuk wilayah up-land: daerah atas adalah Kota Medan, Kota Tanjung Balai, Kab. Langkat, Kab. Labuhan Batu, Kab. Deli Serdang dan Kab. Serdang Bedagai dan (2).Wilayah low-land atau Daerah Aliran Sungai (DAS) yang masih dipengaruhi oleh pasang surut pada keenam Kabupaten/Kota tersebut sampai 4 mil ke arah laut.

Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara merupakan wilayah pesisir yang mempunyai hamparan mangrove dari daerah pantai utara Kabupaten Langkat ke daerah pantai selatan Kabupaten Labuhan Batu dengan ketebalan yang bervariasi antara 50-150 meter. Daerah pantai di kawasan Pantai Timur Sumut didominasi oleh pantai berpasir, bak pasir kwarsa maupun feldspar. Keadaan fisik pantai berpasir sangat dipengaruhi oleh gerakan ombak, khususnya dalam pembentukan ukuran partikel. Luas kawasan Pesisir Timur Sumatera Utara adalah 43.133,44 km2. Kawasan ini cukup subur, suhu udara tinggi, kelembaban udara tinggi dan curah hujan relatif tinggi. Topografi pantai umumnya landai dengan laut yang dangkal.

Sedangkan wilayah pantai pesisir barat Sumatera Utara terdiri dari 6 Kabupaten/Kota ini memiliki hamparan mangrove sekitar 14.270 Ha yang membujur dari pantai selatan Kabupaten Mandailing Natal sampai ke pantai selatan Kabupaten Tapanuli Tengah serta di daerah pulau-pulau di Kabupaten Nias dengan ketebalan antara 50-150 meter. Terumbu karang di Pantai Barat Sumatera Utara terdapat di tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan yang tumbuh pada kedalaman 3-10 meter.

Daerah pantai di kawasan Pantai Barat Sumatera Utara sangat bervariasi yaitu daerah yang curam, berbatu dan di beberapa daerah terdapat pantai yang didominasi rawa. Kondisi pantai semacam ini banyak ditemukan di daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Sibolga dan Mandailing Natal. Sedangkan Pantai Kabupaten Nias dan Kab. Nias Selatan didominasi oleh pantai berbatu dan berpasir, khususnya yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Banyaknya terdapat pulau-pulau kecil merupakan ciri yang dimiliki oleh kawasan pesisir barat Sumatera Utara.

Potensi lestari MSY (maximum sustainable yield) Pantai Timur Sumatera Utara (Selat Malaka) menurut hasil survey Ditjen Perikanan (1983) adalah 263.300 ton/tahun. Pantai berpasir yang mendominasi daerah Pantai Timur Sumatera Utara yang terdiri dari pasir kwarsa, feldspar serta sisa-sisa pecahan terumbu karang merupakan peluang bagi pengembangan wisata pantai/wisata bahari seperti Pantai Cermin, Pantai Sialang Buah, Pantai Klang (Kab. Serdang Bedagai); Pantai Kuala Indah, Pantai Sejarah, Pantai Pasir Putih, Pulau Salah Nama dan Pulau Pandan (Kab. Asahan).

Potensi lestari (maximum sustainable yield) sumberdaya hayati perikanan laut Pantai Barat Sumatera Utara adalah 228.834 ton/tahun. Produksi perikanan Pantai Barat berdasarkan hasil tangkapan yang didaratkan adalah sebesar 107.780,5 ton (47%) pada tahun 2000, berarti masih terdapat peluang pemanfaatan sebesar 121.053,5 ton (53%) di Pantai Barat Sumatera Utara. Pesisir barat Sumatera Utara yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia memiliki topografi pantai yang curam dan perairan yang relatif dalam.

SDM Bodoh, Sakit, Lapar

Ironis sekali, di tengah kekayaan pesisir yang cukup besar rakyatnya hidup pada rumah-rumah yang berdinding tepas beratap rumbia dan berlantaikan tanah. Di pesisir banyak anak-anak tidak sekolah dan harus ke laut menjadi buruh siapa saja. Di pesisir banyak jeritan kemiskinan dan stress menghadapi kehidupan yang tidak menentu. Di pesisir jutaan anak-anak tidak sehat karena mereka tidak tahu bagaimana agar sehat. Sedih karena kekayaan yang jelas tampat di hadapannya itu tidak dapat mereka serap layaknya nelayan-nelayan di negeri jiran yang memiliki garasi mobil pada rumah-rumah permanen mereka. Nelayan-nelayan itu hanyalah buruh dari toke-toke yang hidup mewah di tengah keringat mereka dan dari sejak zaman nenek moyang mereka mereka tetap buruh yang menjadi sapi perah. Mereka adalah SDM yang bodoh, sakit dan lapar
Sebenarnya enam kata yang dilontarkan salah seorang Cagubsu kita itu memiliki ruh kemanusiaan yang berintikan pada kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia merupakan hal pokok yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. Tentu saja infrastruktur penting tetapi bukan yang pertama mengingat masalah sumberdaya manusia menyangkut pendidikan agar tidak bodoh, kesehatan agar tidak sakit dan ketenagakerjaan agar tidak lapar.

Coba kita simak perbandingan ini. Jumlah penduduk di wilayah Pantai Timur adalah 6.947.200 jiwa sedangkan Pantai Barat adalah 2.575.300 jiwa (101, 68 jiwa/km+) tetapi tingkat pendidikan masyarakat di wilayah pesisir pantai timur rata-rata lebih tinggi dibanding tingkat pendidikan masyarakat di wilayah pesisir pantai barat. Penduduk pantai timur yang berpendidikan SMTP sampai Perguruan Tinggi hanya 33,08% sehingga rendahnya tingkat pendidikan tersebut menyebabkan rendahnya daya serap terhadap Iptek sehingga sering menjadi kendala bagi peningkatan produksi dan pertumbuhan ekonomi wilayah.

Idealnya untuk mengelola sumberdaya pesisir yang kaya dibutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai bidangnya, mulai dari tingkat ahli madya sampai sarjana, karena pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut membutuhkan teknologi sederhana sampai teknologi yang tinggi. Tetapi sungguh disayangkan Perguruan Tinggi yang bergerak di bidang Kelautan dan Perikanan di Sumatera Utara memang agak terlambat berdirinya, karena setelah terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan baru muncul perguruan tinggi yang berbau kelautan dan perikanan di beberapa Kabupaten/Kota. Dan itu pun memiliki daya serap yang terbatas pada kalangan mereka yang mampu dan hidup bukan di pesisir.

Di Pesisir rendahnya kualitas sumberdaya manusia antara lain disebabkan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat karena banyak di antara masyarakat pesisir tidak memiliki dana yang cukup untuk melanjutkan pendidikan anak-anak mereka. Pendidikan yang rendah menggiring masyarakat pesisir tidak mengerti arti sehat dan kalaupun mereka mengerti mereka beranggapan sehat itu terlalu mahal dibandingkan pendapatan mereka sehingga jangan heran sanitasi lingkungan pemukiman wilayah pesisir menjadi sangat buruk

Tips Buat Cagubsu

Untuk menjadikan masyarakat pesisir baik yang ada di Pantai Timur maupun Barat Sumatera Utara tidak bodoh, tidak lapar dan tidak sakit beberapa tips dapat dijalankan oleh Cagubsu yang nantinya terpilih menjadi Gubsu :

1. Agar tidak bodoh maka sebaiknya di wilayah pesisir sarana dan prasarana pendidikan SD dan SLTP serta tenaga guru di dioptimalkan, Frekwensi program pelatihan dan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan SDA wilayah pesisir didasarkan kepada kebutuhan bukan pendekatan proyek, mengusulkan dan menyiapkan serta mengimplementasi materi pelajaran tentang pengelolaan wilayah pesisir dalam kurikulum muatan lokal SD dan SLTP. Dan jangan lupa dan jangan ragu berikan sekolah gatis pada masyarakat pesisir yang kurang mampu.

2. Agar tidak sakit maka sebaiknya di wilayah pesisir sarana dan prasarana kesehatan ditingkatkan, kebutuhan tenaga medis sesuai dengan kepadatan penduduk disesuaikan dan mengembangkan rencana perbaikan sistem sanitasi pemukiman dan lingkungan dalam program penyuluhan kesehatan secara kontinu dan terpadu (bukan asal jadi). Jangan lupa dan jangan ragu untuk menggratiskan biaya untuk sehat bagi mayarakat pesisir yang idak mampu

3. Agar tidak lapar maka sebaiknya pengelolaan di wilayah pesisir mulai dari proses perencanaan sampai pengawasan dan evaluasi serta kepedulian dan tanggung jawab melibatkan mayarakat secara aktif dengan pemberdayaan lembaga lokal setempat yang selama ini sudah hilang. Hal ini penting mengingat hampir 75 persen bantuan pemerintah di wilayah pesisir tidak menyentuh pada kenaikan pendapatan nelayan tetapi justru membengkakkan pendapatan toke-toke dan nelayan tetap menjadi buruh yang cari makan dua minggu dimakan habis satu minggu. Dan cobalah memberikan perlindungan dan pendampingan pada nelayan dengan sungguh-sungguh mengingat persoalan-persoalan legislasi usaha kecil mikro dan transfer teknologi yang menggiring mereka pada tidak lapar sering jalan di tempat dan pengambil kebijakanpun pura-pura bodoh.

Penutup

Tidak bodoh, tidak lapar dan tidak sakit adalah anugrah besar bagi bangsa ini dan menjadi cita-cita rakyat yang kini sedang bodoh, sedang lapar dan sedang sakit. Lihatlah mereka di pesisir itu yang terkagum-kagum dengan enam kata keramat itu tetapi mereka terngangap-ngangap menanti implementasi. Mudah-mudah tidak ada dusta di antara kita.

* Penulis SNL adalah dosen USU, Matius B pemerhati pesisir


Tidak ada komentar: