Jumat, 28 Desember 2007

Tekad Buru Menjadi Lumbung Pangan Nasional

Tanggal : 28 December 2007
Sumber : http://burukab.go.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=118&Itemid=92

Pulau Buru selalu identik dengan tahanan politik (tapol) PKI. Di situ, 12.000 tapol pernah disekap dan dikucilkan selama 10 tahun (1969-1679). Sayang, sisa sejarah itu sekarang nyaris tanpa sisa. Kisah-kisah mengenaskan yang di alami tapol seperti terhapus angin. Barak-barak penahanan yang legendaris dibongkar tak tersisa. Hanya satu gedung kesenian yang masih berdiri rapuh.

Secara administratif Pulau Buru masuk ke dalam Propinsi Maluku terbentuk sebagai kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Maluku Tengah pada tanggal 12 Oktober 1999. Buru luasnya mencapai 12.655,58 km², kira-kira seukuran Pulau Bali. Hampir separo penduduk yang berjumlah 133.406 (BPS 2005) tinggal di ibukota kabupaten.

Wilayah Buru memiliki 10 kecamatan dan 106 desa. Yang paling menonjol adalah Kecamatan Waeapo, 30 km arah timur Namlea. Inilah lumbung beras yang memenuhi kebutuhan wilayah Buru, Ambon, dan kota lain di wilayah Propinsi Maluku.

Sebagai sentra produksi beras di Propinsi Maluku, Buru saat ini memiliki lahan padi sawah produktif seluas 10.000 hektar dan baru terpakai 4.083 hektar dengan hasil produksi sebesar 22.008 ton/tahun. Potensi lahan padi gogo dan palawija sekitar 6000 hektar dan yang terpakai baru 570 hektar dengan hasil produksi 1.014 ton/tahun.

Meski areal yang terpakai untuk sawah tak seluas perkebunan, sumbangan yang dihasilkan dari perputaran uang di lapangan usaha ini cukup besar, berada di peringkat kedua setelah perkebunan. Hingga tidak heran kalau Kabupaten Buru menjadi lumbung pangan nasional bagi kawasan Maluku.

Bagi Buru sektor pertanian memiliki peran penting dan strategis dalam memajukan perekonomian nasional. Sektor pertanian bukan hanya menyediakan bahan pangan, tapi juga menjadi penopang keberhasilan pengentasan kemiskinan, lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sebahagian besar masyarakatnya.

Bupati Kabupaten Buru, H. M. Husnie Hentihu yang ditemui KOMITE di ruang kerjanya mengatakan, fokus Buru terhadap penanggulangan kemiskinan dan pengangguran adalah dengan peningkatan sektor pertanian tentunya sesuai dengan Visi Kabupaten Buru yaitu Terwujudnya kabupaten Buru Sebagai Kawasan Tumbuh Cepat Berbasis Pertanian Menuju Masyarakat Sejahtera dan Demokratis.

Menurut Husnie Visi tersebut tentunya disesuaikan dengan karakteristik dari penduduk Buru yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian petani. “Sektor pertanian ini menyerap sekitar 79,99% tenaga kerja dan merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja dan kalau pertanian maju maka secara otomatis pertumbuhan ekonomipun akan terjadi sehingga penduduk miskin berkurang.”

“Maksud pertanian disini adalah pertanian dalam arti luas yaitu mencakup, pertanian, lahan basah, lahan kering, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan,” Husnie menjelaskan.

Hasil keseriusan pemerintah Kabupaten Buru dalam menjadikan pertanian sebagai “leading sektor” pembangunan, lanjut Husnie mendapat apresiasi yang positif dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden SBY berkenan berkunjung ke Kabupaten Buru untuk melakukan panen raya tepatnya di wilayah Kecamatan Waeapo pada Maret 2006 lalu. “Bahkan Presiden memberi julukan bagi Kabupaten Buru dengan memberi singkatan BURU adalah Bumi Untuk Rakyat Maju,” kata Husnie.

Untuk mendukung sektor pertanian sebagai sektor unggulan di Buru kiranya tidak berlebihan kalau presiden juga memberikan perhatian khusus mengenai infrastruktur di Buru. Menurut Husnie, Presiden pernah menjanjikan agar sandaran dermaga Namlea diperpanjang dan runway bandara Namlea juga diperpanjang.

Seperti perkebunan, produk pertanian Buru yang diperdagangkan pun tidak mengalami pengolahan. Seuasi panen, pedagang pengumpul membeli hasil panen petani untuk dijual kembali ke pedagang besar. Setelah itu, distribusi produk pertanian dan perkebunan Buru secara massal dilakukan melalui Namlea, pelabuhan utama barang dan penumpang.

Wilayah yang seluruhnya berbatasan dengan lautan ini mengapalkan hasil bumi menggunakan kapal ekspedisi atau kapal niaga jurusan Namlea-Surabaya yang biasa masuk Namlea tiga kali sebulan tergantung muatan yang hendak diangkut. Selain itu, pelabuhan khusus kapal penyeberangan (feri) yang mengangkut penumpang dan barang disinggahi kapal Pelni yang melalui Manado, Ambon, Makassar, Surabaya, hingga Jakarta. Satu angkutan lain adalah kapal layar motor (KLM) yang melayani Ambon-Maluku Utara-Baubau.

Dengan begitu, menurut Husnie sasaran pembangunan Buru yaitu, terwujudnya sistem transportasi terpadu yang menghubungkan sentra produksi dengan segmen pasar dan wilayah-wilayah terpencil serta terbangunnya sistem pertanian terpadu dalam mendukung Kabupaten Buru sebagai lumbung pangan di Propinsi Maluku dapat terwujud. “Bahkan target Buru untuk menyumbangkan 2.000 ton beras bagi katahan pangan nasional dapat dipenuhi,” ungkap Husnie.

Strategi Penanggulangan Kemiskinan

Masih banyaknya penduduk miskin (37,57% pada tahun 2006) dan tingginya angka pengangguran (9,92% pada tahun 2006) mengharuskan pemerintah Kabupaten Buru bekerja ekstra keras untuk mengurangi jumlah penduduk miskin.

Menurut Wakil Bupati Buru, Ramly I. Umasugi, yang dimaksud kemiskinan adalah ketidak berdayaan seseorang/keluarga/masyarakat dalam memenuhi hak-hak dasar khusus di bidang sandang, pangan, papan, pendidikan dasar, kesehatan dan kurang keterlibatan dalam proses perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan pembangunan.

Menurut Ramly, dalam Dokumen Rencana Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SKPD) Kabupaten Buru, Visi yang diusung dalam SKPD adalah menurunkan angka kemiskinan secara signifikan melalui program terpadu yang partisipatif dan berkelanjutan.

Dalam SKPD juga menyebutkan bahwa hasil kajian karakteristik kemiskinan di Buru ada tiga tipologi kemiskinan di Buru.

Pertama, tipologi wilayah miskin pesisir Kedua, tipologi wilayah miskin perkotaan. Tipologi wilayah miskin pegunungan. ””Ketiga tipologi kemiskinan tersebut tentunya berbeda-beda dalam penanganannya,” kata Ramly.

Untuk tipologi pesisir, menurut Ramly prioritas sasaran yang perlu dibenahi adalah pembangunan Talid dan Brojong sebagai ikon dari wilayah pesisir yang miskin. Prioritas selanjutnya adalah peningkatan pendidikan dasar dan pengentasan buta aksara, pemberdayaan masyarakat lalu ekonomi masyarakat ditingkatkan melalui pengembangan pariwisata.

Tipologi perkotaan yang menjadi prioritas adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat, pendidikan kesehatan melalui perbaikan sanitasi dan air bersih. “Biasanya persoalan yang ada di perkotaan lebih didominasi oleh buruknya kesehatan lingkungan,” kata Ramly.

Tipologi Pegunungan

Menurut Ramly, penyelesaian masalah dengan kategori tipologi pegunungan yang perlu diprioritaskan adalah pendidikan dasar dan pengentasan buta huruf hal ini menjadi penting karena di daerah pegunungan layanan pendidikan sangat minim di wilayah pegunungan. “Hal tersebut disebabkan banyak akses yang belum terbuka,” kata Ramly.

Prioritas berikutnya setelah pendidikan adalah pembukaan akses jalan dimana manfaatnya agar program-program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan pemerintah dapat masuk. Prioritas selanjutnya adalah pemberdayaan masyarakat dalam arti luas serta pengembangan pariwisata sebagai nilai tambah. “Pengentasan inilah yang kami sebut sebagai pengentasan model cluster,” jelas Ramly.

Dengan model cluster, lanjut Ramly, penanggulangan kemiskinan di Buru menjadi lebih fokus dan terarah sehingga pengentasan kemiskinan cepat tercapai

Rabu, 19 Desember 2007

Kawasan Pesisir:Bandar Lampung Jadi Objek Perencanaan

Tanggal : 19 Desember 2007
Sumber : http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2007121902112520


BANDAR LAMPUNGA (Lampost): Bandar Lampung merupakan satu dari enam kabupaten/kota se-Indonesia yang dipilih menjadi objek perencanaan kawasan pesisir oleh pemerintah pusat. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mencanangkan penyelamatan kawasan pesisir di Bandar Lampung beberapa hari lalu, di PKOR Way Halim.

"Tinggal bagaimana kita memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan berkelanjutan," kata Direktur Pesisir dan Lautan Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Ir. Ida Kusuma W., pada konsultasi publik rencana zona wilayah pesisir Kota Bandar Lampung, di ruang Tapis Berseri, Selasa (18-12).

Ida menjelaskan hampir 60 persen penduduk Indonesia bermukim di kawasan pesisir. Salah satu tantangan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil belum disepakatinya perbatasan antarnegara dan daerah, sehingga perlu penataan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil.

Menurut Ida, potensi sumber daya alam kelautan Indonesia sangat besar. Yaitu, terdiri dari 17.480 pulau; 95.181 kilometer garis pantai dan 5,8 juta kilometer persegi laut. Selain itu, SDA kelautan Indonesia juga memiliki 80 persen industri dan 75 kota besar berada di wilayah pesisir.

Dari 60 cekungan migas Indonesia, 70 persen berada di laut dengan cadangan minyak bumi 9,1 miliar barel di laut. Perikanan tangkap kurang lebih 6.817 juta ton dan luas lahan budi daya 1.137.756 hektare.

Tenaga ahli pemkot Prof. Ali Kabul Muhi mengatakan berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya pesisir dan laut Bandar Lampung, rencana zonasi terdiri dari zona pemanfaatan umum, zona pemanfaatan khusus, zona konservasi, dan zona alur.

"Zona-zona tersebut tersebar di 15 lokasi yang memiliki nilai-nilai sumber daya, sasaran pengelolaan, usulan pemanfaatan zona, sampai usulan penggunaan zona yang diperbolehkan," kata Ali Kabul.

Ali Kabul juga mengatakan zonasi wilayah pesisir Kota Bandar Lampung bertujuan untuk mengatasi konflik pemanfaatan sumber daya saat ini, melalui arahan pemanfaatan jangka panjang, arahan pembangunan dan pengelolaan seluruh sumber daya yang terdapat di wilayah rencana. n KIM/K-2

Senin, 10 Desember 2007

Labuhan Sangoro akan Dijadikan Kawasan Pembangunan Zona Keunggulan

Tanggal : 10 Desember 2007
Sumber : http://www.sumbawakab.go.id/lihatBerita.php?act=lihat&idNya=2068

Selama ini, pengelolaan sumber daya pesisir dan laut di wilayah Kabupaten Sumbawa belum sepenuhnya dikelola secara optimal. Untuk itu perencanaan pengelolaan dan pembangunan wilayah pesisir dan laut yang komprehensif harus dibuat untuk dapat dijadikan acuan dasar dalam pengembangan kawasan pembangunannya. Demikian diungkapkan Kadislutkan Sumbawa, Ir. Dirmawan.


NTB sebagai wilayah kepulauan, jelas Dirmawan, telah memiliki rencana zonasi (tata ruang) dan rencana pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau - pulau kecil dengan draft rencana pembangunan zona kawasan Labuan Sangoro Kecamatan Maronge Tahun 2008 - 2017. Saat ini, katanya, sedang dalam proses penyelesaiannya oleh pihak Bappeda NTB bekerjasama dengan konsultan dari PT. Gumi Adimira Mataram.

Dipilihnya Labuan Sangoro, karena daerah tersebut berada dalam kawasan unggulan Teluk Saleh di Pulau Sumbawa.

Melalui pembahasan secara bersama - sama tim dari Bappeda NTB dan konsultan dengan pihak Bappeda Sumbawa, jajaran Diskanlut Sumbawa, SKPD terkait maupun sejumlah kades wilayah pesisir, lanjut Dirmawan, diharapkan kawasan pembangunan zona Labuan Sangoro menjadi cikal bakal atau menjadi model pendekatan pembangunan wilayah pesisir dan laut di NTB bahkan Indonesia secara umum, sehingga keseriusan Pemda yang didukung dunia usaha dan masyarakat sangat diharapkan sehingga yang menjadi harapan dapat terwujud.

Sementara itu, Kepala Bappeda Sumbawa, Drs. Muhammading, menyambut baik kegiatan ekspose yang dilakukan tim Bappeda NTB bersama tim konsultan PT. Gumi Adimira dan PT Amythas Expert & Associates Mataram itu.

Pasalnya, kegiatan itu untuk membahas secara matang tentang rencana pembangunan kawasan zona Labuan Sangoro, dengan pengembangan zona pada kawasan terpilih di lokasi MCMA-MCRMP Propinsi NTB yang menyajikan berbagai arahan pembangunan zona baik itu menyangkut daya dukung lingkungan, jenis dan teknologi budidaya, arahan penempatan infrastruktur dan fasilitas fisik sabagai dasar penempatan jumlah dan persyaratan perijinan untuk zona dan sub zona. "Pengembangan kawasan daerah pesisir (Labuan Sangoro) sangat diperlukan sistem manajemen pengelolaan pengembangannya yang lebih komprehensif, sehingga dengan adanya draft rencana pembangunan zona kawasan unggulan itu dapat dijadikan acuan oleh Pemda Sumbawa untuk menyusun dan merencanakan berbagai program pembangunan hingga 10 tahun ke depan," imbuhnya. Namun untuk mewujudkan semua program itu, harus dilakukan secara terpadu melalui peran serta Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kehutanan, Dinas Peternakan, Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata, maupun Dinas pertambangan, mengingat potensi kawasan pembangunan zona Labuan Sangoro itu memilliki prospek cerah bagi pengembangannya.