Jumat, 28 Desember 2007

Tekad Buru Menjadi Lumbung Pangan Nasional

Tanggal : 28 December 2007
Sumber : http://burukab.go.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=118&Itemid=92

Pulau Buru selalu identik dengan tahanan politik (tapol) PKI. Di situ, 12.000 tapol pernah disekap dan dikucilkan selama 10 tahun (1969-1679). Sayang, sisa sejarah itu sekarang nyaris tanpa sisa. Kisah-kisah mengenaskan yang di alami tapol seperti terhapus angin. Barak-barak penahanan yang legendaris dibongkar tak tersisa. Hanya satu gedung kesenian yang masih berdiri rapuh.

Secara administratif Pulau Buru masuk ke dalam Propinsi Maluku terbentuk sebagai kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Maluku Tengah pada tanggal 12 Oktober 1999. Buru luasnya mencapai 12.655,58 km², kira-kira seukuran Pulau Bali. Hampir separo penduduk yang berjumlah 133.406 (BPS 2005) tinggal di ibukota kabupaten.

Wilayah Buru memiliki 10 kecamatan dan 106 desa. Yang paling menonjol adalah Kecamatan Waeapo, 30 km arah timur Namlea. Inilah lumbung beras yang memenuhi kebutuhan wilayah Buru, Ambon, dan kota lain di wilayah Propinsi Maluku.

Sebagai sentra produksi beras di Propinsi Maluku, Buru saat ini memiliki lahan padi sawah produktif seluas 10.000 hektar dan baru terpakai 4.083 hektar dengan hasil produksi sebesar 22.008 ton/tahun. Potensi lahan padi gogo dan palawija sekitar 6000 hektar dan yang terpakai baru 570 hektar dengan hasil produksi 1.014 ton/tahun.

Meski areal yang terpakai untuk sawah tak seluas perkebunan, sumbangan yang dihasilkan dari perputaran uang di lapangan usaha ini cukup besar, berada di peringkat kedua setelah perkebunan. Hingga tidak heran kalau Kabupaten Buru menjadi lumbung pangan nasional bagi kawasan Maluku.

Bagi Buru sektor pertanian memiliki peran penting dan strategis dalam memajukan perekonomian nasional. Sektor pertanian bukan hanya menyediakan bahan pangan, tapi juga menjadi penopang keberhasilan pengentasan kemiskinan, lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sebahagian besar masyarakatnya.

Bupati Kabupaten Buru, H. M. Husnie Hentihu yang ditemui KOMITE di ruang kerjanya mengatakan, fokus Buru terhadap penanggulangan kemiskinan dan pengangguran adalah dengan peningkatan sektor pertanian tentunya sesuai dengan Visi Kabupaten Buru yaitu Terwujudnya kabupaten Buru Sebagai Kawasan Tumbuh Cepat Berbasis Pertanian Menuju Masyarakat Sejahtera dan Demokratis.

Menurut Husnie Visi tersebut tentunya disesuaikan dengan karakteristik dari penduduk Buru yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian petani. “Sektor pertanian ini menyerap sekitar 79,99% tenaga kerja dan merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja dan kalau pertanian maju maka secara otomatis pertumbuhan ekonomipun akan terjadi sehingga penduduk miskin berkurang.”

“Maksud pertanian disini adalah pertanian dalam arti luas yaitu mencakup, pertanian, lahan basah, lahan kering, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan,” Husnie menjelaskan.

Hasil keseriusan pemerintah Kabupaten Buru dalam menjadikan pertanian sebagai “leading sektor” pembangunan, lanjut Husnie mendapat apresiasi yang positif dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden SBY berkenan berkunjung ke Kabupaten Buru untuk melakukan panen raya tepatnya di wilayah Kecamatan Waeapo pada Maret 2006 lalu. “Bahkan Presiden memberi julukan bagi Kabupaten Buru dengan memberi singkatan BURU adalah Bumi Untuk Rakyat Maju,” kata Husnie.

Untuk mendukung sektor pertanian sebagai sektor unggulan di Buru kiranya tidak berlebihan kalau presiden juga memberikan perhatian khusus mengenai infrastruktur di Buru. Menurut Husnie, Presiden pernah menjanjikan agar sandaran dermaga Namlea diperpanjang dan runway bandara Namlea juga diperpanjang.

Seperti perkebunan, produk pertanian Buru yang diperdagangkan pun tidak mengalami pengolahan. Seuasi panen, pedagang pengumpul membeli hasil panen petani untuk dijual kembali ke pedagang besar. Setelah itu, distribusi produk pertanian dan perkebunan Buru secara massal dilakukan melalui Namlea, pelabuhan utama barang dan penumpang.

Wilayah yang seluruhnya berbatasan dengan lautan ini mengapalkan hasil bumi menggunakan kapal ekspedisi atau kapal niaga jurusan Namlea-Surabaya yang biasa masuk Namlea tiga kali sebulan tergantung muatan yang hendak diangkut. Selain itu, pelabuhan khusus kapal penyeberangan (feri) yang mengangkut penumpang dan barang disinggahi kapal Pelni yang melalui Manado, Ambon, Makassar, Surabaya, hingga Jakarta. Satu angkutan lain adalah kapal layar motor (KLM) yang melayani Ambon-Maluku Utara-Baubau.

Dengan begitu, menurut Husnie sasaran pembangunan Buru yaitu, terwujudnya sistem transportasi terpadu yang menghubungkan sentra produksi dengan segmen pasar dan wilayah-wilayah terpencil serta terbangunnya sistem pertanian terpadu dalam mendukung Kabupaten Buru sebagai lumbung pangan di Propinsi Maluku dapat terwujud. “Bahkan target Buru untuk menyumbangkan 2.000 ton beras bagi katahan pangan nasional dapat dipenuhi,” ungkap Husnie.

Strategi Penanggulangan Kemiskinan

Masih banyaknya penduduk miskin (37,57% pada tahun 2006) dan tingginya angka pengangguran (9,92% pada tahun 2006) mengharuskan pemerintah Kabupaten Buru bekerja ekstra keras untuk mengurangi jumlah penduduk miskin.

Menurut Wakil Bupati Buru, Ramly I. Umasugi, yang dimaksud kemiskinan adalah ketidak berdayaan seseorang/keluarga/masyarakat dalam memenuhi hak-hak dasar khusus di bidang sandang, pangan, papan, pendidikan dasar, kesehatan dan kurang keterlibatan dalam proses perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan pembangunan.

Menurut Ramly, dalam Dokumen Rencana Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SKPD) Kabupaten Buru, Visi yang diusung dalam SKPD adalah menurunkan angka kemiskinan secara signifikan melalui program terpadu yang partisipatif dan berkelanjutan.

Dalam SKPD juga menyebutkan bahwa hasil kajian karakteristik kemiskinan di Buru ada tiga tipologi kemiskinan di Buru.

Pertama, tipologi wilayah miskin pesisir Kedua, tipologi wilayah miskin perkotaan. Tipologi wilayah miskin pegunungan. ””Ketiga tipologi kemiskinan tersebut tentunya berbeda-beda dalam penanganannya,” kata Ramly.

Untuk tipologi pesisir, menurut Ramly prioritas sasaran yang perlu dibenahi adalah pembangunan Talid dan Brojong sebagai ikon dari wilayah pesisir yang miskin. Prioritas selanjutnya adalah peningkatan pendidikan dasar dan pengentasan buta aksara, pemberdayaan masyarakat lalu ekonomi masyarakat ditingkatkan melalui pengembangan pariwisata.

Tipologi perkotaan yang menjadi prioritas adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat, pendidikan kesehatan melalui perbaikan sanitasi dan air bersih. “Biasanya persoalan yang ada di perkotaan lebih didominasi oleh buruknya kesehatan lingkungan,” kata Ramly.

Tipologi Pegunungan

Menurut Ramly, penyelesaian masalah dengan kategori tipologi pegunungan yang perlu diprioritaskan adalah pendidikan dasar dan pengentasan buta huruf hal ini menjadi penting karena di daerah pegunungan layanan pendidikan sangat minim di wilayah pegunungan. “Hal tersebut disebabkan banyak akses yang belum terbuka,” kata Ramly.

Prioritas berikutnya setelah pendidikan adalah pembukaan akses jalan dimana manfaatnya agar program-program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan pemerintah dapat masuk. Prioritas selanjutnya adalah pemberdayaan masyarakat dalam arti luas serta pengembangan pariwisata sebagai nilai tambah. “Pengentasan inilah yang kami sebut sebagai pengentasan model cluster,” jelas Ramly.

Dengan model cluster, lanjut Ramly, penanggulangan kemiskinan di Buru menjadi lebih fokus dan terarah sehingga pengentasan kemiskinan cepat tercapai

Rabu, 19 Desember 2007

Kawasan Pesisir:Bandar Lampung Jadi Objek Perencanaan

Tanggal : 19 Desember 2007
Sumber : http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2007121902112520


BANDAR LAMPUNGA (Lampost): Bandar Lampung merupakan satu dari enam kabupaten/kota se-Indonesia yang dipilih menjadi objek perencanaan kawasan pesisir oleh pemerintah pusat. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mencanangkan penyelamatan kawasan pesisir di Bandar Lampung beberapa hari lalu, di PKOR Way Halim.

"Tinggal bagaimana kita memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan berkelanjutan," kata Direktur Pesisir dan Lautan Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Ir. Ida Kusuma W., pada konsultasi publik rencana zona wilayah pesisir Kota Bandar Lampung, di ruang Tapis Berseri, Selasa (18-12).

Ida menjelaskan hampir 60 persen penduduk Indonesia bermukim di kawasan pesisir. Salah satu tantangan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil belum disepakatinya perbatasan antarnegara dan daerah, sehingga perlu penataan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil.

Menurut Ida, potensi sumber daya alam kelautan Indonesia sangat besar. Yaitu, terdiri dari 17.480 pulau; 95.181 kilometer garis pantai dan 5,8 juta kilometer persegi laut. Selain itu, SDA kelautan Indonesia juga memiliki 80 persen industri dan 75 kota besar berada di wilayah pesisir.

Dari 60 cekungan migas Indonesia, 70 persen berada di laut dengan cadangan minyak bumi 9,1 miliar barel di laut. Perikanan tangkap kurang lebih 6.817 juta ton dan luas lahan budi daya 1.137.756 hektare.

Tenaga ahli pemkot Prof. Ali Kabul Muhi mengatakan berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya pesisir dan laut Bandar Lampung, rencana zonasi terdiri dari zona pemanfaatan umum, zona pemanfaatan khusus, zona konservasi, dan zona alur.

"Zona-zona tersebut tersebar di 15 lokasi yang memiliki nilai-nilai sumber daya, sasaran pengelolaan, usulan pemanfaatan zona, sampai usulan penggunaan zona yang diperbolehkan," kata Ali Kabul.

Ali Kabul juga mengatakan zonasi wilayah pesisir Kota Bandar Lampung bertujuan untuk mengatasi konflik pemanfaatan sumber daya saat ini, melalui arahan pemanfaatan jangka panjang, arahan pembangunan dan pengelolaan seluruh sumber daya yang terdapat di wilayah rencana. n KIM/K-2

Senin, 10 Desember 2007

Labuhan Sangoro akan Dijadikan Kawasan Pembangunan Zona Keunggulan

Tanggal : 10 Desember 2007
Sumber : http://www.sumbawakab.go.id/lihatBerita.php?act=lihat&idNya=2068

Selama ini, pengelolaan sumber daya pesisir dan laut di wilayah Kabupaten Sumbawa belum sepenuhnya dikelola secara optimal. Untuk itu perencanaan pengelolaan dan pembangunan wilayah pesisir dan laut yang komprehensif harus dibuat untuk dapat dijadikan acuan dasar dalam pengembangan kawasan pembangunannya. Demikian diungkapkan Kadislutkan Sumbawa, Ir. Dirmawan.


NTB sebagai wilayah kepulauan, jelas Dirmawan, telah memiliki rencana zonasi (tata ruang) dan rencana pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau - pulau kecil dengan draft rencana pembangunan zona kawasan Labuan Sangoro Kecamatan Maronge Tahun 2008 - 2017. Saat ini, katanya, sedang dalam proses penyelesaiannya oleh pihak Bappeda NTB bekerjasama dengan konsultan dari PT. Gumi Adimira Mataram.

Dipilihnya Labuan Sangoro, karena daerah tersebut berada dalam kawasan unggulan Teluk Saleh di Pulau Sumbawa.

Melalui pembahasan secara bersama - sama tim dari Bappeda NTB dan konsultan dengan pihak Bappeda Sumbawa, jajaran Diskanlut Sumbawa, SKPD terkait maupun sejumlah kades wilayah pesisir, lanjut Dirmawan, diharapkan kawasan pembangunan zona Labuan Sangoro menjadi cikal bakal atau menjadi model pendekatan pembangunan wilayah pesisir dan laut di NTB bahkan Indonesia secara umum, sehingga keseriusan Pemda yang didukung dunia usaha dan masyarakat sangat diharapkan sehingga yang menjadi harapan dapat terwujud.

Sementara itu, Kepala Bappeda Sumbawa, Drs. Muhammading, menyambut baik kegiatan ekspose yang dilakukan tim Bappeda NTB bersama tim konsultan PT. Gumi Adimira dan PT Amythas Expert & Associates Mataram itu.

Pasalnya, kegiatan itu untuk membahas secara matang tentang rencana pembangunan kawasan zona Labuan Sangoro, dengan pengembangan zona pada kawasan terpilih di lokasi MCMA-MCRMP Propinsi NTB yang menyajikan berbagai arahan pembangunan zona baik itu menyangkut daya dukung lingkungan, jenis dan teknologi budidaya, arahan penempatan infrastruktur dan fasilitas fisik sabagai dasar penempatan jumlah dan persyaratan perijinan untuk zona dan sub zona. "Pengembangan kawasan daerah pesisir (Labuan Sangoro) sangat diperlukan sistem manajemen pengelolaan pengembangannya yang lebih komprehensif, sehingga dengan adanya draft rencana pembangunan zona kawasan unggulan itu dapat dijadikan acuan oleh Pemda Sumbawa untuk menyusun dan merencanakan berbagai program pembangunan hingga 10 tahun ke depan," imbuhnya. Namun untuk mewujudkan semua program itu, harus dilakukan secara terpadu melalui peran serta Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kehutanan, Dinas Peternakan, Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata, maupun Dinas pertambangan, mengingat potensi kawasan pembangunan zona Labuan Sangoro itu memilliki prospek cerah bagi pengembangannya.

Selasa, 13 November 2007

Laut Nusantara : Sebuah Kolam Megabiodiversuty untuk Misi Penyelamatan Bumi

Tanggal : 13 September 2007
Sumber : http://niasbangkit.com/index.php?action=artikel&action1=detail&id=19


1. SITUASI DAN KONDISI LAUT INDONESIA


Secara geografis, berada di antara 2 benua, 2 samudera dan tempat pertemuan lempengan benua, menjadikan posisi Indonesia sangat strategis. Tak pelak lagi, kurang lebih 95 % jalur pelayaran perdagangan Asia Pasifik melewati perairan kita.

Angka panjang pantai yang cukup fantastik, 95.181 km, menempati posisi ke_4 setelah Canada, Amerika dan Rusia, menawarkan beragam keindahan pantai yang bernilai jual tinggi untuk kegiatan pariwisata dan olah raga kebaharian. Bali, Lombok, Manado, Pulau Derawan, Gugus kepulauan Wakatobi, Raja Ampat merupakan nama-nama yang tidak asing lagi bagi wisatawan domestik maupun manca negara dan selalu berada dalam katalog tour agent di seluruh dunia.

Bertemunya lempengan benua, memberi bentuk indah di dasar laut. Palung, laguna, gunung berapi, slope, reef wall bertebaran di seluruh perairan laut Indonesia. Suatu ancaman dan keuntungan.

Tak hanya di dasar, di atas permukaan untaian pulau-pulau dari Sabang hingga Merauke mewarnai wilayah Nusantara. Sebanyak 17.504 pulau dari berbagai ukuran menyimpan beragam potensi tak hanya bernilai ekonomi, namun juga bernilai politis. Dari ribuan pulau tersebut, 92 pulau kecil terluar diantaranya merupakan pagar batas wilayah kedaulatan negara kita.


2. POTENSI LAUT INDONESIA

Megabiodiversity. Demikian para ahli menyebut keragaman potensi sumberdaya laut Indonesia. Cukup banyak landasan pemberian 'gelar' tersebut kepada negara bahari ini, diantaranya luas terumbu karang Indonesia adalah 51.020 km2 atau 17,95 % persentase luasan dari terumbu karang dunia, 37 % species laut, 30 % hutan mangrove.

Perairan yang berada di bawah garis khatulistiwa merupakan daerah tujuan ruaya berbagai jenis ikan dan organisme laut yang bernilai ekonomis penting baik untuk mencari makan, membesarkan anak maupun untuk memijah. Bahkan ikan paus yang berada di kutub selatan, bermigrasi secara teratur ke wilyah Indonesia bagian timur untuk mencari makan dan berkembang biak.

Adanya pergerakan arus yang melewati perairan Indonesia, membawa plankton,organisme penting dalam rantai makanan, masuk ke wilayah laut secara luas di belahan bumi. Selain membawa bahan makanan, arus yang melintas laut di khatulistiwa , juga membawa air hangat yang berasal dari penyerapan sinar matahari dan mempengaruhi udara serta iklim di perairan yang dilewatinya. Peran penting ini, menjadikan laut kita sebagai sumber penggerak berputarnya rantai makanan dan iklim secara global.

Posisi geotechtonic, dimana secara geologi, Indonesia berada dalam pertemuan berbagai lempengan benua yang menyebabkannya kaya akan morfologi dasar laut sehingga potensi deep sea sangat beragam, mulai dari potensi organismenya maupun potensi sumberdaya non hayati, seperti Ocean Thermal, Current energy, Minyak dan Gas.

Keindahan dibawah perairan Indonesia sering digambarkan sebagai surga bawah laut. Wilayah Kepulauan Raja Ampat merupakan kawasan taman laut terbaik didunia karena menyimpan keanekaragaman hayati dan keindahan surga bawah laut yang tidak ternilai harganya, sehingga Pemerintah Indonesia mengusulkan sebagai World Heritage Sites bersama dengan beberapa lokasi lainnya.

Urusan seafood stocks, Indonesia berperan penting. Meskipun baru 80 % dari total potensi lestari laut kita atau 6,4 juta ton per tahun, Indonesia memiliki peluang untuk mendominasi pangsa pasar dunia. Ekspor tuna Indonesia ke negara Jepang kurang lebih 36,84 %, Amerika 20,45 %, Uni Eropa 12,69 % dari total seluruh ekspor tuna Indonesia berjumlah 94.221 ton pada tahun 2004. Peningkatan ekspor tuna kurang lebih 1,28 % per tahunnya ke Jepang dan 20,18 % per tahun ke Amerika Serikat. Indonesia memenuhi kurang lebih 30 % kebutuhan seafood negara Jepang.


3. KETIKA ANCAMAN TIBA

Strategisnya wilayah pesisir dan laut bagi perputaran roda perekonomian serta ditunjang oleh tingginya keanekaragaman hayati, menjadikan daerah ini merupakan tempat segala macam kegiatan manusia. Pemukiman, pabrik berbagai macam jenis, pelabuhan, supermarket, jalan raya tumpah ruah di area pesisir. Tidak hanya di darat, di laut kita jumpai pula berbagai aktivitas, seperti perikanan, pengeboran minyak dan gas bumi, pelayaran baik untuk olah raga, rekreasi maupun untuk niaga, pertambangan di pulau-pulau kecil, maupun untuk ekplorasi untuk kebutuhan pemasokan energi, obat-obatan dan kosmetika.

Intensitas pembangunan yang tinggi, ternyata memberikan dampak dan tekanan yang besar terhadap kelestarian sumber daya pesisir dan laut. Kegiatan perikanan destruktif seperti penggunaan bahan peledak, racun sianida, penambangan karang, dan penebangan mangrove untuk pengalihan lahan pesisir merusak ekosistem pesisir dan laut, seperti ekosistem mangrove dan terumbu karang.

Ekosistem terumbu karang adalah tumpuan bagi sektor perikanan, karena banyak ikan-ikan ekonomis penting berasal dari ekosistem ini. Ekosistem ini memiliki fungsrfungsi ekologi (tempat berlindung, mencari makan dan memijah) penting bagi kehidupan organisme laut. Namun ekosistem yang kaya fungsi ini sangat rentan terhadap gangguan baik alami maupun ulah manusia langsung atau tidak langsung. Diperkirakan 11% terumbu karang dunia telah terdegradasi, 16 % tidak dapat berfungsi, 14% dalam kondisi kritis dan akan mati dalam 2-10 tahun, 18 % kondisinya terancam dan akan hancur dalam 10-30 tahun. Dapat dibayangkan negara seperti Filipina, Indonesia, dan Malaysia yang 60 -70 % protein hewani diambil dari organisme laut terancam mengalami defisiensi gizi dalam tahun-tahun ke depan. Indonesia yang diklaim oleh para ahli sebagai center of coral reef biodiversity , memiliki kondisi terumbu karang yang sangat baik hanya 6,2%, kondisi baik 23,7%, kondisi sedang 28,3% dan kondisi rusak 41,8%. Kondisi yang menyedihkan akan berdampak pada menurunnya pariwisata bahari Indonesia yang diestimasi bernilai USD 2 milyar dan sumbangan dari sektor kelautan dan perikanan bagi pe'mulihan ekonomi sebesar USD 82 milyar serta meninggalkan permasalahan pengangguran beserta turunannya. Negara se-Asia Tenggara juga akan mengalami runtuhnya sektor kelautan dan perikanan bila terumbu karang di Indonesia mengalami kehancuran.


4. BERGESERNYA SUATU PARADIGMA

Begitu besarnya peran laut dalam kehidupan manusia telah disadari oleh para pemimpin dunia dalam beberapa dekade abad terakhir, bahkan seakarrakan berlomba bangsa-bangsa di dunia menciptakan pola pengelolaan laut yang terbaik. Ajang 'perlombaan' ini tidak hanya diikuti oleh negara yang memiliki garis pantai yang panjang, namun juga negara dengan wilyah pesisir yang sempit. Tidak hanya itu, negara-negara yang tidak berhadapan dengan lautpun ikut menyumbangkan pemikirannya secara tidak langsung karena sadar betul akan fungsi laut untuk kesejahteraan rakyatnya, setidaknya untuk pemenuhan gizi. Mereka mulai menyadari keterbatasan sumber daya darat beserta nilai ekonominya yang selama ini menjadi andalan dalam perekonomiannya.

Perubahan paradigma dilakukan dan nampak pada regulasi baik bidang politik, pertahanan keamanan, pendidikan maupun perekonomian. Cara pandang terhadap laut mulai berubah. Demikian juga pola hidup sebagian besar masyarakat dunia mulai beralih ke pola hidup yang mempriorit'askan protein hewani dan kelestarian laut. Tata cara pengelolaan wilayah pesisir dan lautpun bergeser, dari yang bersifat sektoral bergeser ke arah multisector dengan nafas keterpaduan sebagai kunci utamanya. Hal ini dilandasi kompleksitas permasalahan yang ada disana. Pendekatan pengelolaan juga mendapatkan perhatian dan semakin berkembang tidak hanya pada satu sisi namun multi-dimensional, mulai pendekatan politik, ekonomi, pendidikan, agama, hingga pendekatan budaya bergantung pada kondisi keragaman masyarakat.

Indonesia sebagai negara kepulauan perlahan tapi pasti mengubah paradigmanya ke pembangunan berbasiskan kelautan dan perikanan ditandai dengan berdirinya sebuah institusi pemerintah yang bertanggung jawab mengurusi pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Kebijakan dan peraturan kelautan dan perikanan segera dirangkai, diantaranya peraturan mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu disusun bersama-sama pemangku kepentingan lain.


5. KAWASAN YANG MENJADI TUMPUAN

Salah satu upaya penting yang mulai banyak diterapkan dalam mengurangi dampak degradasi sumberdaya kelautan adalah pengembangan program konservasi laut melalui pembentukan dan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut. Langkah ini dipandang sebagai cara paling efektif untuk melindungi keanekaragaman hayati laut beserta nilai ekonomi yang terkandung di dalamnya.
Kawasan Konservasi Laut (KKL) dibentuk dalam suatu wilayah pesisir dan laut dengan batas geografis yang tegas dan jelas, ditetapkan untuk dilindungi melalui perangkat hukum atau aturan mengikat lainnya, dengan tujuan konservasi sumberdaya hayati dan kegiatan perikanan yang berkelanjutan di sekitar (luar) wilayah KKL. Secara hakiki, maksud ditetapkannya KKL adalah untuk dapat melestarikan fungsi dan pelayanan dari ekosistem {ecosystem services) tersebut bagi keseimbangan ekologis dan kesejahteraan manusia.

Pengertian konservasi disini tidaklah sempit, dimana sering disalahartikan bahwa bila suatu kawasan ditetapkan sebagai KKL maka berlaku 'no take zone'. Konservasi secara luas mengandung makna upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara arif imtuk keberlanjutan.

Upaya pengelolaan dan konservasi sumberdaya laut di Indonesia masih relatif baru jika dibandingkan dengan upaya-upaya yang sama di wilayah darat. Pada tahun 2006, kawasan konservasi telah memiliki luas 7,2 juta hektar dan ditargetkan pada tahun 2010, seluas 10 juta hektar dan tahun 2020 seluas 20 juta hektar.

Perangkat kebijakan berkaitan dengan konservasi antara lain UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati, UU No. 1994 tentang Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati, UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No.69 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, PP no. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, serta peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh beberapa Pemerintah Daerah.


6. KONSERVASI LAUT INDONESIA : MEWUJUDKAN MISI PENYELAMATAN BUMI

Peran laut sebagai sumber kehidupan telah disadari oleh semua pihak dan solusi yang tepat dalam mengurangi degradasi sumberdaya laut serta menurunnya fungsi dan pelayanan ekosistem laut bagi kesejahteraan masyarakat adalah dengan membangun kawasan konservasi.

Langkah Indonesia dalam membentuk KKL sangatlah realistis, mengingat peran penting yang diemban perairan laut Indonesia dalam penentuan kondisi lingkungan serta menjawab isu global, menyelamatkan bumi.

Food security sebagai salah satu isu global dapat diselesaikan melalui KKL. Dari hasil kajian, KKL memberikan manfaat positif bagi pengelolaan perikanan, karena dapat meningkatkan kepadatan biota laut sebesar 3 kali lipat serta ukuran organisme yang meningkat 1,8 kali, tidak hanya bagi jenis ikan, tetapi juga tanaman dan invertebrate. Selain itu KKL merupakan 'eksportir' jenis organisme ekonomis dewasa dan juvenile ke area penangkapan serta peningkatan stabilitas perikanan {enhanced fisheries stability). Dengan KKL Indonesia, maka ketersediaan makanan dari laut di Asia Tenggara dapat terjamin.

Perubahan iklim global {Climate change), yang disoroti sebagai isu global paling penting di era sekarang ini, dapat dikendalikan dengan pembentukan KKL dimana laut merupakan unsur dominant dalam pembentukan iklim. Dengan KKL, maka tumbuhan seperti mangrove dapat tumbuh lebih baik dan lebat sehingga dapat mengurangi intensitas sinar matahari dan meredam perubahan suhu di permukaan laut. Selain itu, mangrove dapat juga berfungsi sebagai barrier dari pollutants yang dapat meningkatkan suhu air laut.

Melalui KKL, Indonesia menyatakan komitmennya secara nyata dalam mendukung kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa didunia seperti Convention on Biological Diversity (CBD) 1993 yang memandatkan setiap Negara untuk mengalokasikan sumberdaya bagi konservasi keanekaragaman hayati, Millennium Development Goals (MDGs) 2000 yang tersirat perlunya prinsip pembangunan berkelanjutan dan recovery sumberdaya yang hilang, serta World Summit on Sustainable Development (WSSD) 2002 yang menyatakan perlunya global network untuk kawasan konservasi laut serta mengelola dan mengembalikan menurunnya ketersediaan ikan pada level produksi maximum sustainable yield.


FAKTA KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA

• Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan dua pertiga wilayahnya merupakan lautan dan memiliki lebih dari 17.504 pulau, besar dan kecil yang menyimpan kekayaan alam yang melimpah, 12.000 pulau diantaranya berpenghuni, 9.634 pulau belum bernama.

• Sumberdaya kelautan dan perikanan diperkirakan bernilai USD 136,5 milyar, meliputi perikanan USD 31,9 milyar, pesisir lestari USD 56 milyar, bioteknologi laut USD 40 milyar, wisata bahari USD 2 milyar dan minyak bumi USD 6,6 milyar.

• Potensi ekonomi untuk pemulihan ekonomi sebesar USD 82 milyar per tahun meliputi perikanan tangkap USD 15,1 milyar, budidaya laut USD 46,7 milyar, perairan umum USD 1,1 milyar, budidaya tambak USD 10 milyar, budidaya air tawar USD 5,2 milyar, bioteknologi kelautan USD 4 milyar.

• Panjang garis pantai 95.181 km, terpanjang ke empat setelah Canada, Amerika dan Rusia, serta memiliki luasan terumbu karang yang meliputi 17,59 % dari luasan terumbu karang dunia, 37 % species laut, 30 % hutan mangrove.

• Jumlah desa pesisir 8.090 desa, 3,91 juta Kepala Keluarga dan 16, 42 juta jiwa dengan Poverty Headcount Index 0,3214 (Diolah dari Yayasan SMERU dan BPS 2002)

• Sekitar 25% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia dihasilkan dari sumberdaya dan aktivitas di wilayah pesisir dan laut

• Terdapat 12 juta Ha lahan pesisir {coastal land) yang sesuai untuk usaha budidaya ikan, dengan perkiraan potensi produksi 5 juta ton/tahun

• Kehidupan biota laut yang mencapai sekitar ± 80 genera dan 450 spesies terumbu karang, 2.500 spesies molluska, 1512 spesies krustacea, 850 species sponges, 2334 spesies ikan laut, 30 spesies mamalia laut, dan 38 species reptilia (Moosa dan Noontji, 2000), merupakan potensi yang terbesar di dunia yang perlu dijaga kelestariannya.

• Dari luas total terumbu karang yang ada di Indonesia atau seluas 51.020 km2, hanya 6,2 % yang berada dalam kondisi sangat baik.

• Tahun 2006 telah ditetapkan 7,2 hektar Kawasan Konservasi Laut (KKL). Target KKL pada tahun 2010 adalah 10 juta Ha dan 20 juta Ha pada tahun 2020, sebagaimana ditegaskan oleh Presiden Republik Indonesia pada konferensi Convention on Biological Diversity pada bulan Maret 2006 di Brazilia.



Sumber: Draft Buku Laut Nusantara: Sebuah Kolam Megabiodiversity untuk Misi Penyelamatan Bumi
22/2/07

Sabtu, 21 Juli 2007

Pesisir dan Laut Merupakan Potensi Ekonomi

Tanggal : 21 Juli 2007
Sumber :

SUMENEP : Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sumenep melalui Kepala Bidang Analis Dampak Lingkungan Ir. Miranto menggelar acara interaktif di Radio Gema Sumekar (RGS) Sumenep, Kamis (19/07) dengan mengambil topik “Pelestarian Ekosistem Pesisir Dan Laut”.

Miranto mengatakan, selama ini pengelolaan pesisir dan laut ditangani oleh pemerintah pusat, namun dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, maka pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola ekosistem pesisir dan laut sampai dengan 4 mil dari garis pantai.

Menurut Miranto, wilayah pesisir dan laut merupakan potensi ekonomi dan sumber devisa daerah yang masih belum dimanfaatkan secara optimal, dan hampir 40 persen atau 400 ribu penduduk di Kabupaten Sumenep, berdomisili dan menggantungkan hidupnya di kawasan pesisir yang tingkat pendapatannya tergolong rendah.

Selain itu wilayah pesisir adalah kawasan yang multi guna, karena banyak bermacam sektor yang mempunyai kepentingan dan berusaha serta memanfaatkan kawasan pesisir, seperti halnya pertambangan, perhubungan, perikanan dan perindustrian dan lain sebagainya.

Disamping itu wilayah pesisir mamiliki keunikan ekosistem dan kawasan yang sangat rentan terhadap perubahan karena aktifitas yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri.

Oleh karena itu diharapkan proaktif dari seluruh elemin masyarakat dan stake holder untuk menjaga lingkungan pesisir atau laut. Begitu pula kepada pemerintah hendaknya program pembangunan lebih memprioritaskan pembangunan pesisir, sehingga kehidupan pesisir lebih tertata dan lebih bermanfaat bagi keberlangsungan hidup masyarakat itu sendiri.[NR]

Jumat, 13 Juli 2007

PULAU-PULAU KECIL KANDUNG POTENSI SDA

Tanggal : 13 Juli 2007
Sumber : http://www.bangka.go.id/berita.php?id_berita=356&id_berita_bulan=05

Pulau-pulau kecil di Indonesia merupakan kawasan yang memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang dapat dikelola untuk berbagai kegiatan pembangunan.

Pulau-pulau kecil selama ini kurang mendapat sentuhan kebijakan pembangunan karena pada umumnya letaknya terpencil, kondisi transportasi yang ada kurang memadai, serta prasarana dan sarana terbatas misalnya listrik, jalan, telekomunikasi dan air bersih.

Demikian arahan Bupati Bangka H Yusroni Yazid SE, pada acara Diseminasi Penataan Ruang Pulau-pulau Kecil di Kabupaten Bangka, Rabu (11/07) di Ruang Rapat Besar Pemkab Bangka.

”Pengembangan pulau-pulau kecil diprioritaskan pada berbagai kegiatan pembangunan yang berbasis pada kekuatan sumber daya lokal. Oleh karena itu, pengelolaan pulau-pulau kecil yang berbasis lingkungan dan masyarakat menjadi proritas utama,” paparnya.

Investasi di Pulau-pulau kecil, yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta menurut Yusroni Yazid, merupakan suatu kegiatan pembangunan yang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian dan memberikan pengaruh ganda pada masyarakat.

Pada posisi yang lain kata Yusroni, partisipasi masyarakat untuk menciptakan iklim yang kondusif merupakan jaminan kepastian berusaha bagi yang akan menanamkan modalnya di pulau-pulau kecil.

Oleh sebab itu, lanjutnya maka diperlukan suatu kebijakan yang dapat mendorong kegiatan investasi di pulau-pulau kecil yang berwawasan lingkungan dan berbasi masyarakat.

Pedoman umum investasi di pulau-pulau kecil ini katanya, merupakan kebijakan yang diharapkan dapat menarik minat investor dan mampu memberikan terobosan dalam meningkatkan kontribusi sektor kelauatan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Menurut Yusroni Yazid, pulau-pulau kecil memiliki potensi yang cukup besar didukung oleh ekosistem, dengan produktivitas hayati tinggi seperti terumbu karang, padang lamun, hutan bakau (mangrove) dan keanekaragaman hayati biota laut yang bernilai ekonomis tinggi seperti kerapu, ikan hias, kerang mutiara, kima raksasa dan teripang.(ada)

Jumat, 15 Juni 2007

Upaya Terpadu Indonesia Membangun Pulau Terluar

Tanggal : 15 Juni 2007
Sumber : http://beritasore.com/2007/06/15/upaya-terpadu-indonesia-membangun-pulau-terluar/


Pemerintah Indonesia terus memperkokoh kedaulatannya atas pulau-pulau terluarnya dengan mengembangkan pembangunan yang terpadu di bidang ekonomi, hankam, dan lingkungan. Terdapat 12 pulau-pulau kecil terluar yang mendapatkan prioritas, yakni Pulau Rondo, Pulau Sekatung, Pulau Nipa, Pulau Berhala, Pulau Marore, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Dana, Pulau Fani, Pulau Fanildo, Pulau Bras dan Pulau Batek.

Strategi pembangunan pulau-pulau terluar yang berbatasan dengan negara-negara tetangga itu –seperti Singapura, Timor Leste, Malaysia, dan Filipina– adalah membuka beberapa simpul akses wilayah perbatasan laut sebagai pintu gerbang internasional, serta menyatupadukan program ekonomi, lingkungan, dan hankam di pulau-pulau perbatasan.

Kebijakan itu juga disinergikan dengan peningkatan kerjasama internasional dalam berbagai sektor, menghidupkan pusat-pusat pertumbuhan kepulauan di perbatasan sesuai dengan potensinya, mengembangkan transportasi dan telekomunikasi, memberikan kemudahan investasi, serta menata ruang, bea cukai, karantina, dan keimigrasian secara baik.

Agar pengembangan dan pengelolaan pulau-pulau terluar itu terpadu, maka telah dikeluarkan Peraturan Presiden No 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar.

Pemerintah Indonesia dalam berbagai kesempatan menyebutkan bahwa pulau-pulau terluarnya memiliki potensi kerawanan, baik di bidang ekonomi, keamanan, dan geopolitik.

Menurut Menkopolhukam Widodo AS, di antara pulau yang rawan itu adalah Pulau Rondo yang berbatasan dengan Samudera Hindia, Pulau Berhala yang berbatasan dengan Selat Malaka, dan Pulau Nipah yang berbatasan dengan Singapura

“Ketiganya memiliki potensi kerawanan baik secara geopolitik, ekonomi dan keamanan,” katanya.

Pulau-pulau terluar itu memiliki permasalahan tersendiri, yang umumnya menyangkut tapal batas, pertahanan-keamanan, dan potensi ekonomi.

Sebagai contoh adalah Pulau Batek yang berbatasan dengan negara Timor Leste. Pulau itu terletak di perbatasan antara Kupang NTT dengan enclave Oekusi Timor Leste.

Pulau yang luasnya 25 Ha itu memiliki panjang garis pantai 1680 m dengan kedalaman 72 m. Akses ke Pulau Batek cukup mudah karena perairan di sebelah utara pulau itu adalah Alur Kepulauan Indonesia III (ALKI III) yang merupakan jalur strategis untuk pelayaran internasional.

Pulau Batek dapat dicapai dari daratan Timor dengan menggunakan perahu, kecuali pada musim barat karena gelombang laut yang besar.

Jarak pulau Batek dari pantai Oekussi Timor Leste sekitar 100 m, sedang jarak pantai Kupang-Pulau Batek sekitar 1.150 meter. Potensi perikanan Pulau Batek cukup besar dan memiliki pasir putih yang sangat potensial dikembangkan sebagai daerah wisata.

Permasalahan Pulau Batek; belum ditetapkannya titik dasar baru di pulau-pulau sebelah utara Timor Leste karena 5 titik dasar lama sudah tidak berlaku, batas Oekusi perlu diperjelas, dan perlunya ditentukan batas wilayah secara Trilateral (Indonesia-Australia-Timor Leste).

Selain kedua belas pulau terluar itu, pulau luar lainnya yang rawan akan sengketa adalah Pulau Sekatung yang berbatasan dengan RRC, Vietnam, dan Thailand.

Indonesia sebenarnya memiliki 92 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan sejumlah negara seperti Malaysia, Vietnam, Singapura, Philipina, Australia, Timor Leste, India dan PNG.

Pulau-pulau yang berbatasan dengan negara lain tentunya memiliki kerawanan.

Masalah perbatasan dan pulau-pulau terluar merupakan salah satu penyebab utama terjadinya konflik antar negara di berbagai belahan dunia.

Contoh terkini yang dialami Indonesia adalah sengketa perbatasan di Blok Ambalat dengan pihak Malaysia, setelah kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan diraih Malaysia melalui Mahkamah Internasional.

Indonesia juga memiliki masalah perbatasan dengan Singapura,negara kota yang luasnya bertambah 117,5 kilometer pesegi dalam kurun 40 tahun terakhir. Akibatnya, perbatasan kedua negara semakin menyempit atau nyaris bersinggungan, dan berpotensi menimbulkan sengketa.

Singapura telah mereklamasi delapan pulau kecilnya yaitu Pulau Seraya, Merbabu, Merlimau, Ayer, Chawan, Sakra, Pesek, Masemut Laut dan Pulau Meskol sehingga menjadi Pulau Jurong. Pengurugan pulau- pulau itu menggunakan pasir-pasir dari Indonesia sehingga menambah luas daratan Singapura.

Pulau Jorong kini telah maju semakin dekat ke wilayah Indonesia. Menurut hukum laut internasional, batas laut diukur 12 mil dari titik terluar dari teritorial negara, sehingga perbatasan Indonesia- Singapura kini nyaris bersinggungan.

Reklamasi itu menggunakan pasir Indonesia yang berakibat hilangnya pulau-pulau kecil milik Indonesia. Pulau Sebaik, Karimun, Bintan, dan Pulau Nipah adalah korban kebijakan ekspor pasir ke Singapura.

Suatu ironi ditengah gencarnya negara-negara lain mengembangkan pulau-pulau terluarnya, Indonesia bahkan belum diberikannya nama atas seluruh pulau yang dimiliki Indonesia.

Mengelola dan memberikan nama identik dengan klaim kedaulatan atas suatu wilayah. Menyadari kekeliruan yang terjadi selama ini, Indonesia bertekad memberikan nama atas seluruh pulaunya dalam tahun 2007.

Sebanyak 92 pulau terluar telah diberikan nama, meski pulau itu luasnya hanya berkisar 0,01 - 400 kilometer pesegi dan sebagian besar tidak ada penduduknya.

Setelah memberikan nama atas 1.466 pulaunya di tahun 2006, Indonesia berupaya memberikan nama atas 6.702 pulau lainnya di tahun 2007. Dengan demikian, sekitar 17.500 ribu pulau yang dimiliki Indonesia sudah memiliki nama tahun 2007.

Dalam rangka mengembangkan pulau- pulau terluar sekaligus memperkuat kedaulatan atasnya, pemerintah Indonesia kini bertekad melaksanakan pembangunan yang berdasarkan “security”, “prosperity” dan lingkungan. (ant/ Hisar Sitanggang)

Khusus untuk Provinsi Kepulauan : DAU 2008 Ditambah 25 Persen

Tanggal : 15 Juni 2007
Sumber : http://kepriprov.go.id/id/?option=com_content&task=view&id=278&Itemid=94

Kerisauan tujuh provinsi kepulauan yang menginginkan DAU lebih besar lagi, karena luas lautan lebih besar, akhirnya terjawab. Ini setelah Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta menegaskan bahwa 2008 harapan itu sudah akan diwujudkan. Pernyataan ini disampaikan Suzetta ketika membuka Rapat Koordinasi Provinsi Kepulauan Total Archipelagie Promotion Expo 2007,
di Manado Convention Centre (MCC), tadi malam (14/6).

Suzetta mengakui bahwa selama ini pemerintah masih melihat alokasi DAU ke daerah hanya melihat kontinental. Padahal, katanya, Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihubungkan laut. Kelautan juga sering dijadikan sektor pinggiran, ujarnya.

ImageDia juga mengaku, pemerintah telah menaruh perhatian, dan mengerti kerisauan provinsi kepulauan. Dalam pasal 40 ayat 3 PP 55 2005 tentang Dana Perimbangan disebutkan bahwa luas wilayah hanyalah daratan saja. Padahal, dalam pasal 18 UU 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pada intinya daerah memiliki wilayah laut dan diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Demikian juga pasal 2 ayat 2 UU 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia mengatakan bahwa segala perairan (laut) adalah merupakan bagian integral dari wilayah daratan.

Melihat kondisi ini maka DPR RI menyepakati untuk melakukan penyesuaian formula alokasi DAU yang telah diperhitungkan dengan penambahan luas wilayah laut, katanya. Dan sebagaimana dalam aturan, kata Suzetta, bahwa wilayah laut sesuai dengan pengelolaan wilayah administratif adalah 12 mil untuk provinsi dan 4 mil untuk kabupaten/kota. Maka, untuk 2008 nanti DAU provinsi kepulauan akan dinaikkan 2008. Ini kebijakan pemerintah. DAU yang telah dihitung berdasarkan wilayah daratan akan ditambah 25 persen, ujarnya.

Gubernur Sulut SH Sarundajang, sebagai tuan rumah, menceritakan sedikit bagaimana forum ini terbentuk dan apa tujuannya. Yakni, forum ini terbentuk di Ambon pada 10 Agustus 2005 dengan melahirkan Deklarasi Ambon. Kemudian Desember 2005 di Sungai Liat, Bangka Belitung yang telah menghasilkan formula perhitungan DAU bagi provinsi kepulauan.

Selanjutnya 5 September 2006 di Pulau Bintan, Kepulauan Riau telah menghasilkan produk berupa model pembangunan pada provinsi kepulauan. Dan pada rapat kerja ini diharapkan akan dapat menghasilkan pokok pikiran mengenai kebijakan dan impelementasi UU 32 dan UU 33/2004, kebijakan pengembangan pulau-pulau kecil dan pemberdayaan masyarakat pesisir, serta kebijakan fiskal untuk pembangunan wilayah kepulauan, kata Sarundajang.

Sementara Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu yang juga Ketua Forum Kerjasama Provinsi Kepulauan mengatakan, perjuangan untuk memperbesar DAU bagi wilayah kepulauan karena selama ini luas laut sama sekali tidak diperhitungkan. Padahal dalam aturan jelas bahwa laut merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayah daratan, tukasnya.

Hadir dalam pembukaan rapat kerja itu antara lain Gubernur Maluku Karel Albert Rahalu, Wakil Gubernur Maluku Utara Prof Madjid Abdullah, Gubernur NTB Lalu Serinata, Gubernur Bangka Balitung Eko Maulana Ali, dan Gubernur Kepulauan Riau Ismet Abdullah.

Minggu, 10 Juni 2007

Profile Propinsi Sumatera Utara

Tanggal : 10 Juni 2007
Sumber : http://niasbarat.wordpress.com/2007/06/10/kabupaten-nias-barat/


Sumatera Utara, disingkat Sumut adalah sebuah propinsi yang terletak di Pulau Sumatera, berbatasan dengan Aceh di sebelah utara dan dengan Sumatera Barat serta Riau di sebelah selatan. Sumut merupakan kampung halaman bagi suku bangsa Batak, yang hidup di pegunungan dan suku bangsa Melayu yang hidup di daerah pesisir timur. Selain itu juga ada suku bangsa Jawa, Nias, Mandailing dan Tionghoa. Sumut terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, yang pada tahun 2004 memiliki 18 Kabupaten dan 7 kota, dan terdiri dari 328 kecamatan, secara keseluruhan Sumut mempunyai 5.086 desa dan 382 kelurahan. Luas daratan Sumut 71.680 km², Sumut tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian daerah. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. Sumut menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Serdang Bedagai, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan.


Kondisi Alam

Sumatera Utara pada dasarnya dapat dibagi atas: Pesisir Timur, Pegunungan Bukit Barisan, Pesisir Barat, Kepulauan Nias, Kepulauan Batu, dan Pulau Samosir di Danau Toba. Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya. Di daerah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini ada beberapa dataran tinggi yang merupakan kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir juga menjadi tempat tinggal penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini. Di pesisir barat relatif tertinggal dan merupakan titik berat pembangunan sejak pemerintahan Gubernur Raja Inal Siregar dengan program pembangunannya yang terkenal, Marsipature Hutana Be disingkat Martabe atau MHB. Sementara daerah pesisir barat biasa dikenal sebagai daerah Tapanuli.


Sumut mempunyai 419 pulau. Pulau-pulau terluar adalah pulau Simuk (kepulauan Nias), dan pulau Berhala di selat Malaka. Kepulauan Nias terdiri dari pulau Nias sebagai pulau utama dan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya. Kepulauan Nias terletak di lepas pantai pesisir barat di Samudera Hindia dengan pusat pemerintahan terletak di Gunung Sitoli. Kepulauan Batu terdiri dari 51 pulau dengan 4 pulau besar: Sibuasi, Pini, Tanahbala, Tanahmasa. Pusat pemerintahan di Pulautelo di pulau Sibuasi. Kepulauan Batu terletak di tenggara kepulauan Nias. Pulau-pulau lain di Sumut, Imanna, Pasu, Bawa, Hamutaia, Batumakalele, Lego, Masa, Bau, Simaleh, Makole, Jake, dan Sigata, Wunga.


Sumber Daya Alam

Sumut kaya akan sumber daya alam berupa gas alam di daerah Tandam, Binjai dan minyak bumi di Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat yang telah dieksplorasi sejak zaman Hindia Belanda. Selain itu di Kuala Tanjung, Kabupaten Asahan juga terdapat PT Inalum yang bergerak di bidang penambangan bijih dan peleburan aluminium yang merupakan satu-satunya di Asia Tenggara. Sungai-sungai yang berhulu di pegunungan sekitar Danau Toba juga merupakan sumber daya alam yang cukup berpotensi untuk dieksploitasi menjadi sumber daya pembangkit listrik tenaga air. PLTA Asahan yang merupakan PLTA terbesar di Sumatra terdapat di Kabupaten Toba Samosir. Selain itu, di kawasan pegunungan terdapat banyak sekali titik-titik panas geotermal yang sangat berpotensi dikembangkan sebagai sumber energi panas maupun uap yang selanjutnya dapat ditransformasikan menjadi energi listrik.


Penduduk

Sumut merupakan provinsi yang keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumut pada tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,81 juta jiwa, dan pada tahun 2002, jumlah penduduk Sumut diperkirakan sebesar 11,85 juta jiwa. Kepadatan penduduk Sumut tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan tahun 2002 meningkat menjadi 165 jiwa per km², sedangkan laju pertumbuhan penduduk selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumatera Utara setiap tahunnya tampak berfluktuasi. Pada tahun 2000 TPAK di daerah ini sebesar 57,34 persen, tahun 2001 naik menjadi 57,70 persen, tahun 2002 naik lagi menjadi 69,45 persen.

Sosial Kemasyarakatan


Suku Bangsa

Sumatera Utara adalah provinsi multietnis dengan suku Melayu, Batak dan Nias sebagai penduduk asli daerah ini. Karena merupakan daerah perkebunan tembakau sejak zaman Hindia Belanda karenanya merupakan tujuan pendatang luar untuk mencari pekerjaan. Pendatang-pendatang terutama datang dari Pulau Jawa yang datang karena kontrak kuli dengan pemerintah Hindia Belanda. Ada pula pendatang Tionghoa yang datang merantau mengadu nasib untuk kemudian menetap di sini. Penyebaran suku-suku di Sumatra Utara: Suku Melayu Deli: Pesisir Timur; Suku Batak Karo: Langkat, Binjai, Medan, Deli Serdang, Dairi, dan Dataran Tinggi Karo; Suku Batak Toba: sekitar Danau Toba, Pulau Samosir, dan Pesisir Barat; Suku Batak Simalungun: daerah Kabupaten Simalungun; Suku Batak Pakpak: daerah Dairi dan Pakpak Barat; Suku Batak Mandailing: daerah Tapanuli Selatan dan Madina; Suku Aceh: Pesisir Timur; Suku Nias: Kepulauan Nias; Suku Jawa: pesisir Timur; dan Suku Tionghoa: perkotaan di pesisir Timur.

Bahasa

Pada dasarnya, bahasa yang dipergunakan secara luas adalah bahasa Indonesia. Suku Melayu Deli mayoritas menuturkan bahasa Indonesia karena kedekatan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia. Namun di pesisir timur, masih banyak keturunan Jawa yang menuturkan bahasa Jawa yang sudah terdegradasi tentunya. Di kawasan perkotaan, suku Tionghoa lazim menuturkan bahasa Hokkian selain bahasa Indonesia. Di pegunungan, suku Batak menuturkan bahasa Batak yang terbagi atas banyak logat. Bahasa Nias dituturkan di Kepulauan Nias oleh suku Nias.


Agama

Agama utama di Sumatra Utara adalah: Islam: terutama dipeluk oleh suku Melayu Deli, suku Mandailing, suku Jawa; Kristen (Protestan dan Katolik): terutama dipeluk oleh suku Batak dan suku Nias; Hindu: terutama dipeluk oleh keturunan India yang minoritas di perkotaan; Buddha: terutama dipeluk oleh suku Tionghoa di perkotaan; dan Animisme: masih ada dipeluk oleh mayoritas suku Batak dan Nias. Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2005 umat Islam adalah kelompok agama terbesar (7.530.839 jiwa; terbanyak di Sumatera), diikuti Protestan (3.062.965 jiwa; terbanyak di Indonesia), Katolik (550.456 jiwa), Buddha (324.864 jiwa; terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat), dan Hindu (21.329 jiwa).


Pendidikan

Pada tahun 2005 jumlah anak yang putus sekolah di Sumut mencapai 1.238.437 orang, sementara jumlah siswa miskin mencapai 8.452.054 orang. Dari total APBD 2006 yang berjumlah Rp 2.204.084.729.000, untuk pendidikan sebesar Rp 139.744.257.000, termasuk dalam pos ini anggaran untuk bidang kebudayaan. Jumlah total kelulusan siswa yang ikut Ujian Nasional pada tahun 2005 mencapai 87,65 persen atau 335.342 siswa dari 382.587 siswa tingkat SMP/SMA/SMK sederajat peserta UN. Sedangkan 12,35 persen siswa yang tidak lulus itu berjumlah 47.245 siswa.


Tenaga Kerja

  • Angkatan Kerja. Pada tahun 2002 angkatan kerja di Sumut mencapai 5.276.102 orang. Jumlah itu naik 4,72% dari tahun sebelumnya. Kondisi angkatan kerja itu juga diikuti dengan naiknya orang yang mencari pekerjaan. Jumlah pencari kerja pada 2002 mencapai 355.467 orang. Mengalami kenaikan 57,82% dari tahun sebelumnya.
  • Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Jumlah TPT di Sumut naik dari 4,47% pada 2001 menjadi 6,74% pada 2002. TPT tertinggi terjadi di Kota Medan mencapai 13,28%, diikuti Kota Sibolga (11,71%), Kabupaten Langkat (11,06%), dan Kodya Tebing Tinggi (10,91%).
  • Angkatan Kerja. Penduduk yang tergolong angkatan kerja berjumlah 5,1 juta jiwa. Sekitar 34% berstatus sebagai majikan, bekerja sendiri (20%), dan pekerja keluarga (23%). Skala usaha tergambar pada komposisi yang didominasi oleh usaha kecil sekitar 99,8% dan hanya sekitar 0,2% yang tergolong usaha besar.
  • Pendidikan Pekerja. Tingkat pendidikan sebagian besar tenaga kerja. Pekerja yang berpendidikan tidak tamat sekolah dasar (SD) atau sampai tamat SD mencapai 48,96%. Lulusan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) mencapai 23%. Sedangkan lulusan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) mencapai 24,08%. Sementara itu, lulusan perguruan tinggi hanya 3,95%.

Pemerintahan

Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya, Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatra sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Pada tahun 1950. Provinsi Sumatera Utara dibentuk meliputi sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari Provinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara dibagi kepada 18 kabupaten, 7 kota (dahulu kotamadya). 325 kecamatan, dan 5.456 kelurahan/desa.


Perekonomian


APBD

Dari tahun ke tahun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumatera Utara terus meningkat. Tahun 2004 Rp 1.440.238.069.000, tahun 2005 Rp 1.645.876.354.000, dan tahun 2006 Rp 2.204.084.729.000 APBD 2006 memberikan alokasi Belanja publik Rp 1.577.946.416.580 (71,59%), sedangkan belanja aparatur Rp 626.138.312.420 (28,41%). Pos anggarannya antara lain: Bidang pertanian Rp 54.544.588.580, Bidang kesehatan Rp 131.338.927.000, dan Bidang pendidikan dan kebudayaan Rp 139.744.257.000. Pada tahun 2006 ditargetkan Rp2,087 triliun. Angka tersebut diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp1,354 triliun, dana perimbangan Rp723,65 miliar, dan Lain-lain. Pendapatan yang sah sebesar Rp23,915 miliar. Khusus sektor PAD terdiri dari pajak daerah Rp 1,270 triliun, retribusi daerah Rp 10,431 miliar, laba BUMD sebesar Rp 48,075 miliar, dan lain-lain pendapatan Rp 25,963 miliar. Perolehan dari dana perimbangan meliputi Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar Rp 183,935 miliar dan Dana Alokasi Umum Rp 539,718 miliar. Sedangkan perolehan dari Lain-lain Pendapatan yang Sah diperoleh dari Iuran Jasa Air Rp 8,917 miliar.


Perbankan

Selain bank umum nasional, bank pemerintah serta bank internasional, saat ini di Sumut terdapat 61 unit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan 7 Bank Perkreditan Rakyat Syariaf (BPRS) di Sumatera Utara. Data dari Bank Indonesia menunjukkan, Pada Januari2006, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diserap BPR mencapai Rp 253.366.627.000 dan kredit mencapai Rp 260.152.445.000. Sedangkan aktiva (aset) menapai Rp 340.880.837.000.


Pertanian dan Perkebunan

Luas daratan Provinsi Sumatra Utara 71.680 km². Provinsi ini tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. BUMN Perkebunan yang arealnya terdapat di Sumatera Utara, antara lain PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II), PTPN III dan PTPN IV.

  • Luas pertanian padi. Pada tahun 2005 luas areal panen tinggal 807.302 hektar, atau turun sekitar 16.906 hektar dibanding luas tahun 2004 yang mencapai 824.208 hektar. Produktivitas tanaman padi tahun 2005 sudah bisa ditingkatkan menjadi berkisar 43,49 kwintal perhektar dari tahun 2004 yang masih 43,13 kwintal per hektar, dan tanaman padi ladang menjadi 26,26 kwintal dari 24,73 kwintal per hektar. Tahun 2005, surplus beras di Sumatera Utara mencapai 429 ton dari sekitar 2.1.27 juta ton total produksi beras di daerah ini.
  • Luas perkebunan karet. Tahun 2002 luas areal tanaman karet di Sumut 489.491 hektar dengan produksi 443.743 ton. Sementara tahun 2005, luas areal karet menurun atau tinggal 477.000 hektar dengan produksi yang juga anjlok menjadi hanya 392.000 ton.
  • Irigasi. Luas irigasi teknis seluruhnya di Sumatera Utara seluas 132.254 ha meliputi 174 Daerah Irigasi. Sebanyak 96.823 ha pada 7 Daerah Irigasi mengalami kerusakan sangat kritis.
  • Produk Pertanian. Sumatra Utara menghasilkan karet, cokelat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan.

Komoditas tersebut telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan sumbangan devisa yang sangat besar bagi Indonesia. Selain komoditas perkebunan, Sumatra Utara juga dikenal sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan buah-buahan); misalnya Jeruk Medan, Jambu Deli, Sayur Kol, Tomat, Kentang, dan Wortel yang dihasilkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Produk holtikultura tersebut telah diekspor ke Malaysia dan Singapura.


Sarana dan Prasarana

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatra Utara juga sudah membangun berbagai prasarana dan infrastruktur untuk memperlancar perdagangan baik antarkabupaten maupun antarprovinsi. Sektor swasta juga terlibat dengan mendirikan berbagai properti untuk perdagangan, perkantoran, hotel dan lain-lain. Tentu saja sektor lain, seperti koperasi, pertambangan dan energi, industri, pariwisata, pos dan telekomunikasi, transmigrasi, dan sektor sosial kemasyarakatan juga ikut dikembangkan. Untuk memudahkan koordinasi pembangunan, maka Sumatra Utara dibagi ke dalam empat wilayah Pembangunan.

Hutan

Di Sumatera Utara saat ini terdapat dua taman nasional, yakni Taman Nasional Gunung Lueser dan Taman Nasional Batang Gadis. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan, Nomor 44 Tahun 2005, luas hutan di Sumatera Utara saat ini 3.742.120 hektar (ha). Yang terdiri dari Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam seluas 477.070 ha, Hutan Lindung 1.297.330 ha, Hutan Produksi Terbatas 879.270 ha, Hutan Produksi Tetap 1.035.690 ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 52.760 ha. Namun angka ini sifatnya secara dejure saja. Sebab secara defacto, hutan yang ada tidak seluas itu lagi. Terjadi banyak kerusakan akibat perambahan dan pembalakan liar (illegal logging). Sejauh ini, sudah 206.000 ha lebih hutan di Sumut telah mengalami perubahan fungsi. Telah berubah menjadi lahan perkebunan, transmigrasi. Dari luas tersebut, sebanyak 163.000 ha untuk areal perkebunan dan 42.900 ha untuk areal transmigrasi.


Transportasi

Di Sumatera Utara terdapat 2.098,05 kilometer jalan negara, yang tergolong laik hanya 1.095,70 kilometer atau 52,22 persen dan 418,60 kilometer atau 19,95 persen dalam keadaan sedang, selebihnya dalam keadaan rusak. Sementara dari 2.752,41 kilometer jalan propinsi, yang dalam keadaan mantap panjangnya 1.237,60 kilometer atau 44,96 persen, sementara yang dalam keadaan sedang 558,46 kilometer atau 20,29 persen. Halnya jalan rusak panjangnya 410,40 kilometer atau 14,91 persen dan yang rusak berat panjangnya 545,95 kilometer atau 19,84 persen. Dari sisi kendaraan, terdapat lebih 1,38 juta kendaraan roda dua dan empat di Sumatera Utara. Dari jumlah itu, sebanyak 873 ribu lebih berada di KotaMedan.


Ekspor dan Impor

Kinerja ekspor Sumatera Utara cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 tercatat perolehan devisa mencapai US$4,24 milyar atau naik 57,72% dari tahun sebelumnya dari sektor ini. Ekspor kopi dari Sumatera Utara mencapai rekor tertinggi 46.290 ton dengan negara tujuan ekspor utama Jepang selama lima tahun terakhir. Ekspor kopi Sumut juga tercatat sebagai 10 besar produk ekspor tertinggi dengan nilai US$3,25 juta atau 47.200,8 ton periode Januari hingga Oktober 2005. Dari sektor garmen, ekspor garmen cenderung turun pada Januari 2006. Hasil industri khusus pakaian jadi turun 42,59 persen dari US$ 1.066.124 pada tahun 2005, menjadi US$ 2.053 pada tahun 2006 pada bulan yang sama.

Kinerja ekspor impor beberapa hasil industri menunjukkan penurunan. Yakni furniture turun 22,83 persen dari US$ 558.363 (2005) menjadi US$ 202.630 (2006), plywood turun 24,07 persen dari US$ 19.771 menjadi US$ 8.237, misteric acid turun 27,89 persen yakni dari US$ 115.362 menjadi US$ 291.201, stearic acid turun 27,04 persen dari US$ 792.910 menjadi US$ 308.020, dan sabun noodles turun 26 persen dari AS.689.025 menjadi US$ 248.053. Kinerja ekspor impor hasil pertanian juga mengalami penurunan yakni minyak atsiri turun 18 persen dari US$ 162.234 menjadi US$ 773.023, hasil laut/udang, minyak kelapa dan kopi robusta juga mengalami penurunan cukup drastis hingga mencapai 97 persen. Beberapa komoditi yang mengalami kenaikan (nilai di atas US$ Juta) adalah biji kakao, hortikultura, kopi arabica, CPO, karet alam, hasil laut (non udang). Untuk hasil industri yakni moulding, ban kendaraan dan sarung tangan karet. (dari berbagai sumber).

Jumat, 08 Juni 2007

Verifikasi BLT Tambahan Terhambat di Pulau

Tanggal : 7 Juni 2008

MAKASSAR, BKM -- Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Pemkot Makassar, belum merampungkan verifikasi data penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) tambahan. Data riil yang ada saat ini masih seperti pekan lalu, yakni sekitar 1.000 kepala keluarga, sementara 505 kepala keluarga lainnya belum masuk verifikasi riil.

BPM mengaku mengalami kendala karena sulitnya melakukan pendataan di Pulau Barrang Caddi dan Barrang Lompo Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat BPM Makassar Evi Aprianti mengatakan, sejak pekan lalu tidak ada perkembangan hasil verifikasi yang dilakukan oleh BPM. Seperti data sebelumnya, 1.000 kk yang dinyatakan menerima BLT tambahan. Sementara 505 kk masih dalam tahap verifikasi. "Sebenarnya kami tidak berhenti melakukan verifikasi BLT. Hanya saja tim yang melakukan pendataan di Pulau Barrang Caddi dan Barrang Lompo belum juga melapor data terakhir hingga saat ini," kata Evi saat dihubungi, Jumat (6/6). Namun sayangnya penyebab tidak adanya laporan tim BPM dari dua pulau yang berada di Kecamatan Ujungtanah itu tak disebutkan Evi. "Tinggal dua pulau itu saja yang belum menyetor data ke BPM, sedangkan di kecamatan lainnya sudah," tambahnya. Kepala Dinas Sosial Makassar Ibrahim Saleh mengaku masih menunggu verifikasi penerima BLT baru dari BPM.
Supaya pendistribusian tidak terganggu, ia menarget data tersebut sudah disetor ke dinsos pertengahan Juni. "Seharusnya data dilaporkan secepatnya, tapi mungkin ada sedikit kendala teknis jadi tak masalah. Yang jelas, kami akan segera mengirim data penerima BLT baru ke sekretaris Departemen Sosial untuk mengeluarkan kartu BLT," kata Ibrahim. Ia menarget, distribusi BLT baru bisa bersamaan dengan penerimaan BLT tahap dua yakni pada Agustus. "Target kami ini diseusaikan dengan proses pembuatan kartu baru di pusat. Diperkirakan kartu baru bisa diambil sekitar satu bulan," katanya.

Kamis, 31 Mei 2007

MALUKU SELAYANG PANDANG

Tanggal : 31 Mei 2007
Sumber : http://www.bkkbn.go.id/maluku/article_detail.php?aid=2

KONDISI UMUM PROVINSI MALUKU


Daerah Maluku merupakan Provinsi kepulauan dengan luas wilayah 712.480 km², terdiri dari luas perairan mencapai 658.295 km² atau 92,4 % dan luas daratan mencapai 54.185 km² atau 7,6 %. Sesuai analisa citra landsat 7, jumlah pulau 1.412 buah, dengan panjang pantai 10.662 km.
Pulau-pulau besar adalah Pulau Seram (luas 18.625 km2), pulau Buru (luas 9.000 km2), Pulau Jamdena (luas 5.085 km2), dan Pulau Wetar (luas 3.624 km2). Dengan kondisi alam dan geografis yang terdiri dari pulau-pulau, maka penyelenggaraan pemerintahan tidak lepas dari berbagai kendala dan hambatan terutama masalah rentang kendali pemerintahan, masalah transportasi, keterisolasian dan keterbelakangan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat di Provinsi Maluku dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Kepulauan Aru di Provinsi Maluku, maka secara geografis Provinsi Maluku dibatasi oleh :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Maluku Utara
- Sebelah Timur dengan Provinsi Irian Jaya Barat
- Sebelah Barat dengan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah
- Sebelah Selatan dengan Negara Timor Leste dan Negara Australia.



PERKEMBANGAN WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Secara administratif Provinsi Maluku terbagi atas 7 Kabupaten dan 1 Kota, 62 Kecamatan, 852 Desa, dan 31 Kelurahan, dengan rincian sebagai berikut :
1. Kabupaten Maluku Tengah dengan 11 Kecamatan, 161 Desa dan 6 Kelurahan.
2. Kabupaten Maluku Tenggara dengan 10 Kecamatan, 112 Desa dan 4 Kelurahan.
3. Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan 17 Kecamatan , 187 Desa dan 1
Kelurahan.
4. Kabupaten Buru dengan 10 Kecamatan, 94 Desa
5. Kota Ambon dengan 3 Kecamatan, 30 Desa dan 20 Kelurahan
6. Kabupaten Seram Bagian Timur dengan 4 Kecamatan, 56 Desa.
7. Kabupaten Seram Bagian Barat dengan 4 Kecamatan, 87 Desa
8. Kabupaten Kepulauan Aru dengan 3 Kecamatan, 119 Desa.

PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN
Sebagai salah satu Provinsi Kepulauan, Maluku memiliki Pulau-pulau kecil tersebar dan mengelompok di sekitar pulau besar membentuk gugusan pulau dan dihubungkan oleh laut yang luas sebagai jembatan alam. Penduduk berjumlah relatif sedikit, penyebarannya tidak merata, dan kebanyakan bermukim di pulau-pulau kecil yang rentan terhadap perubahan, terutama akibat intervensi pembangunan.

Forum Kerjasama 7 (tujuh) Provinsi Kepulauan telah mengembangkan Model pembangunan Provinsi Kepulauan sebagai platform makro yang mencerminkan idealisasi sistem, mekanisme dan pendekatan pembangunan yang dipandang tepat.

Sebagai platform yang masih bersifat makro, model tersebut diperlukan dalam rangka implementasi terutama agar sesuai dengan ruang lingkup tugas institusi pelaksana pada setiap arah pemerintahan. Model pembangunan makro untuk Provinsi Kepulauan menggunakan prinsip-prinsip pendekatan :
Pertama : komprehensif dan integrated lintas institusi;
Kedua : berbasis keunggulan spasial dan potensi lokal;
Ketiga : simultan dan berkelanjutan; dan
Keempat : mengedepankan wilayah intervensi gugus pulau sebagai Kawasan
Produksi Kepulauan (KPK).

Kawasan Produksi Kepulauan (KPK) menjadi suatu kawasan yang menghubungkan potensi ekonomi sesuai keunggulan spasial masing-masing gugus pulau dengan dukungan prasarana dan sarana ekonomi, teknologi pengelolaan dalam suatu sistem produksi kepulauan yang tepat, sehingga terjadi proses percepatan pembangunan dalam kawasan kepulauan dengan tetap memperhatikan tumbuhnya dinamika dalam kawasan kawasan, antar gugus, antar wilayah maupun hubungan luar negeri sehingga kesejahteraan masyarakat terus berkembang secara berkelanjutan.

PRIORITAS DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH
Sebagai upaya penciptaan daya saing berkelanjutan, maka Prioritas dan Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku selama tahun 2007 adalah :

1. Peningkatan aksesibilitas dan kualitas pelayanan masyarakat terutama pendidikan
dan kesehatan yang diutamakan pada kawasan perbatasan dan pulau-pulau
terpencil Kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan pemerintah daerah melalui
prioritas pembangunan ini adalah :
a. Bidang Pendidikan

1) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
dan kualitas Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
2) Meningkatkan relevansi kurikulum muatan lokal termasuk didalamnya Bahasa
Daerah dan adat istiadat serta budaya dalam menunjang pelaksanaan otonomisasi
yang luas, nyata dan bertanggungjawab di seluruh Daerah.
3) Meningkatkan kemampuan dan profesionalisme tenaga pendidik agar dapat
berperan secara optimal dalam menyiapkan sumberdaya manusia, baik aparatur
maupun masyarakat.
4) Mengembangkan sekolah-sekolah unggulan dan kejuruan sesuai karateristik
Daerah yang dapat menghasilkan tenaga-tenaga berkualitas, terampil serta
memiliki daya saing tinggi.
a. Bidang Kesehatan

1) Peningkatan pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masyarakat
terutama di pulau-pulau terisolir dan Daerah perbatasan.
2) Peningkatan gizi masyarakat.
3) Pencegahan dan Pemberantasan penyakit menular.

2. Penanggulangan kemiskinan

Untuk memperkuat penanggulangan kemiskinan, maka Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Maluku telah disusun. Pelaksanaan Strategi ini akan melibatkan beberapa dinas dan badan melalui kebijakan-kebijakan, yang ditujukan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin atas :
- Kebutuhan akan pangan;
- Kebutuhan akan kesehatan dan pendidikan;
- Kebutuhan akan pekerjaan;
- Kebutuhan akan perumahan;
- Kebutuhan akan air bersih; dan
- Kebutuhan akan rasa aman

3. Revitalisasi pengelolaan dan pengolahan sumberdaya alam secara efisien dan
efektif dalam rangka penciptaan daya saing berkelanjutan

Revitalisasi ini meliputi:
a. Revitalisasi di Bidang Perikanan, yang dilaksanakan melalui kebijakan:
(2) Pengoperasian 12 pelabuhan perikanan yang telah dan sedang dibangun;
(3) Pembinaan sumberdaya manusia perikanan;
(4) Pengawasan perairan;
(5) Penyediaan BBM dengan harga terjangkau; serta
(6) Pembinaan pengolahan pasca penangkapan untuk mempertahankan mutu,
memberikan nilai tambah serta menciptakan daya saing.

b. Revitalisasi di Bidang Perkebunan, dilakukan melalui kebijakan :
(1) Pemberantasan hama pada perkebunan rakyat;
(2) Perluasan dan peremajaan tanaman pala, cengkih, dan kelapa; serta
(3) Pembinaan penanganan paska panen dalam rangka penciptaan mutu.

c. Revitalisasi di Bidang Pertanian Tanaman Pangan, dilakukan melalui kebijakan :
(1) Pemberdayaan prasarana dan sarana pengairan terutama yang telah dibangun di
Pulau Buru dan Pulau Seram;
(2) Revitalisasi lahan pertanian kering dan non beras seperti sagu dan umbi-umbian,
terutama penciptaan daya saing produk baik kualitas maupun nilai yang
dihasilkannya.

d. Revitalisasi di Bidang Kehutanan, dilakukan melalui kebijakan :
(1) Pemenuhan kebutuhan industri kayu di Maluku dengan Hutan Tanaman Industri;
(2) Rehabilitasi Hutan dan Lahan;
(3) Peningkatan mutu hasil hutan bukan kayu seperti minyak kayu putih.
e. Revitalisasi di Bidang Pariwisata, dilakukan melalui kebijakan :
(1) Peningkatan rasa aman dan jaminan keamanan;
(2) Peningkatan aksesibilits ke obyek wisata;
(3) Peningkatan minat penanaman modal di bidang kepariwisataan;
(4) Peningkatan sumberdaya manusia, mutu undustri pariwisata serta kualitas
kemasan produk pariwisata.
4. Mendorong minat penanaman modal dan meningkatkan daya saing produk serta
memperluas kesempatan kerja dan berusaha
Upaya mendorong minat penanaman modal atau investasi akan dilakukan melalui kebijakan :
f. Perbaikan kondisi ketenagakerjaan
g. Perbaikan prosedur perizinan, dan
h. Peningkatan ketersediaan infrastruktur.

Investasi terutama diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah komoditi yang dihasilkan di daerah Maluku sehingga lebih efektif dalam penciptaan daya saing daerah.

Untuk memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, akan dilakukan melalui kebijakan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Koperasi, seperti:
- Bantuan Permodalan bagi Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
- Rehabilitasi dan Pengadaan sarana usaha Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
- Pembangunan/Rehabilitasi/Renovasi Pasar Tradisional.
- Magang, Studi Banding dan Pembinaan.
- Fasilitasi Temu Usaha Kemitraan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Swasta dan Perbankan.

5. Penataan Birokrasi

Birokrasi yang handal akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan birokrasi. Untuk mewujudkan birokrasi yang handal, maka kebijakan prioritas yang akan dilaksanakan adalah :
1. Penataan Kelembagaan;
2. Penataan Kepegawaian;
3. Penataan Ketatalaksanaan;
4. Penataan Pengawasan Akuntabilitas;
5. Penataan pelayanan publik;
6. Penataan Perubahan Paradigma Aparatur

6. Melanjutkan upaya Pemantapan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat.

Kondisi kerukunan, kedamaian, keamanan, dan ketentraman telah mendukung proses pembangunan Pasca konflik di daerah kita. Dengan tetap meningkatkan dan memantapkan kondisi demikian, pembangunan akan berjalan lebih maju, kepercayaan investor akan pulih, dan rakyat akan menjalani kehidupan sehari-hari dengan tenang, tanpa rasa was-was.
Kebijakan-kebijakan dari prioritas ini diantaranya:
- Penanganan masalah pengungsi
- Pemantapan koordinasi antara Pemerintah Daerah dan lembaga kemasyarakatan
- Peningkatan konsolidasi masyarakat
- Pencegahan dan pemberantasan narkoba
- Peningkatan kapasitas masyarakat
- Penyelesaian dan pencegahan konflik
- Penanggulangan dan pencegahan gangguan terhadap pengelolaan sumber daya alam dan kawasan perbatasan

7. Pembinaan, peningkatan dan pengendalian pemanfaatan ruang termasuk mitigasi bencana.

Kebijakan-kebijakan dari prioritas ini diantaranya :
- Pembinaan dan koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang secara berkualitas dan berwawasan lingkungan
- Peningkatan manajemen kawasan sesuai arahan RTRW
- Penguatan penataan pemanfaatan ruang sektor andalan
- Pencegahan dan Pengurangan Resiko Bencana

8. Percepatan pembangunan infrastruktur dalam rangka pemerataan pelayanan
publik yang terpadu untuk mendorong peningkatan daya saing.

Pemerintah Daerah akan memprioritaskan pada kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur penunjang investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti:
a. Rehabilitasi, rekonstruksi dan peningkatan pelayanan infrastruktur
1) Transportasi
- Rehabilitasi / pemeliharaan / peningkatan jalan dan jembatan terutama pada ruas
jalan provinsi
- Penanganan fasilitas pengamanan lalu lintas jalan
- Rehabilitasi dan pengembangan prasarana dan pelayanan angkutan
penyeberangan
2) Sumber Daya Air
- Rehabilitasi dan pemeliharaan embung dan bangunan penampung lainnya
- Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
- Rehabilitasi jaringan irigasi
- Pemeliharaan dan perbaikan alur sungai dan pengamanan pantai
3) Pos dan Telematika
- Rehabilitasi dan pemeliharaan infrastruktur pos dan telematika
4) Ketenagalistrikan
- Rehabilitasi dan pemeliharaan jaringan listrik
- Pengadaan ketenagalistrikan non BBM yang berwawasan lingkungan terutama
PLTS di kawasan terisolasi dan perbatasan


5) Perumahan dan Permukiman
- Rehabilitasi dan pembangunan prasarana dan sarana permukiman di kawasan eks
pengungsi
- Pembangunan prasana dan sarana air bersih perdesaan

b. Peningkatan infrastruktur mendukung penciptaan daya saing berkelanjutan

1) Transportasi
- Perwujudan pelayanan transportasi secara terpadu yang menghubungkan pusat
produksi dengan titik akumulasi dan titik-titik keluar pada setiap gugus pulau
- Perwujudan rencana Trans Maluku secara bertahap
- Pengembangan dermaga penyeberangan
- Survey small port
- Pengembangan dermaga angkutan laut
- Pemeliharaan prasarana lapangan terbang perintis

2) Sumber Daya Air
- Pembangunan embung, dan bangunan penampung air lainnya
- Revitalisasi dan optimalisasi jaringan irigasi
3) Pos dan Telematika
- Rehabilitasi dan peningkatan infrastruktur dan kualitas layanan pos dan telematika
- Penyediaan kemampuan infrastruktur pos dan telematika melalui program USO di
Daerah terisolasi dan perbatasan
- Peningkatan kemampuan masyarakat dan aplikasi teknologi terhadap informasi dan
komunikasi
4) Ketenagalistrikan
- Rehabilitasi prasarana, sarana dan jaringan listrik
- Peningkatan pemanfaatan energi non BBM termasuk PLTS
5) Perumahan dan Permukiman
- Pengembangan prasarana dan sarana air bersih terutama di kawasan perdesaan
- Pembangunan dan rehabilitasi prasarana dan sarana permukiman

POTENSI WILAYAH DI PROVINSI MALUKU

KEHUTANAN

A. Kawasan Hutan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 415/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Maluku (termasuk Maluku Utara), dimana Luas Daratan Provinsi Maluku : 5.418.500 Ha terdiri atas Kawasan Hutan : 4.663.346 Ha dan Bukan Kawasan Hutan / Areal Penggunaan Lain (APL): 755.154 Ha.

Kawasan Hutan terbagi atas :

 Hutan Konservasi : 475.433 Ha
 Hutan Lindung : 779.618 Ha
 Hutan Produksi Terbatas : 865.947 Ha
 Hutan Produksi Tetap : 908.702 Ha
 Hutan Produksi yang
dapat dikonversi : 1.633.646 Ha

B. Potensi Kehutanan
1. Potensi Hasil Hutan Kayu

Potensi Hasil Hutan Kayu pada kawasan Hutan Produksi ( HPT + HP ) rata – rata 6 50 M3/Ha terdiri dari kelompok meranti dan kelompok rimba campuran. Dimana potensi per tahun sebesar 700.000 M3. Potensi produksi tersebut belum mampu memenuhi / menyuplai kebutuhan bahan baku Industri Primer Hasil Hutan Kayu. Industri primer hasil hutan kayu (IPHHK) skala besar di Maluku berjumlah 3 unit dengan kapasitas produksi sebesar : 502.700 M3 dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 5.760 Orang, dirinci sebagai berikut :

 PT. Jati Dharma Indah di Batu Gong ( P. Ambon)
• Kapasitas produksi sebesar : 82.800 M3.
• Penyerapan tenaga kerja : 1.310 Orang

 PT. Artika Optima Inti di Waesarissa ( P. Seram)
• Kapasitas produksi sebesar : 323.900 M3
• Penyerapan tenaga kerja : 3.899 orang.

 PT. Wainibe Wood Industries di Wainibe (P. Buru)
• Kapasitas produksi sebesar : 96.000 M3
• Penyerapan tenaga kerja : 551 Orang

Dan skala kecil sebanyak 28 unit dengan kapasitas produksi sebesar 41.000 M3 dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 699 Orang.

Total kebutuhan bahan baku berupa kayu bulat sebesar 1.100.000 M3 logs. Jika produksi kayu bulat dikaitkan dengan kebutuhan bahan baku, maka terdapat kekurangan bahan baku sebesar ± 400.000 M3. Kekurangan bahan baku dimaksud saat ini disuplai dari Provinsi Papua, Irian Jaya Barat, Maluku Utara dan Sulawesi Tengah.




2. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu dan Penyebarannya

• Rotan tersebar di Pulau Buru, Pulau Seram, Pulau Yamdena, Kei Besar dan Pulau-pulau Terselatan
• Damar tersebar di Pulau Buru dan Pulau Seram
• Bambu tersebar di Pulau Seram
• Minyak Kayu Putih tersebar di Pulau Buru dan SBB

• Minyak Lawang tersebar di Pulau Seram dan Kei Besar
• Madu tersebar di SBT, Kisar dan Wetar
• Gaharu / Kemedangan tersebar di Pulau Seram dan Buru
• Sagu tersebar di Pulau Seram dan Kepulauan Aru
• Satwa Liar tersebar di Pulau Buru, Pulau Seram, Kepulauan Aru dan Kepulauan
Tanimbar.

Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu tersebut saat ini Pengembangan dan pemanfaatannya masih sebatas mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi dengan jumlah dan jenis produk hanya untuk memenuhi permintaan pasar lokal.

KELAUTAN DAN PERIKANAN

Potensi Sumber Daya Ikan

PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) AMBON.
Beroperasi tahun 1997
Sarana yang telah tersedia:
- Dermaga
- Kantor dan Rumah Dinas
- Sarana transportasi dan komunikasi.
- Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
- Lahan untuk kepentingan instansi pemerintah.
- Tangki BBM ( 30 ton).
- Sarana Pemasok Air Bersih
- Jalan dan Parkiran
- Tempat penjemuran jaring

PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) TUAL DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA
Beroperasi tahun 1999

Sarana yang telah tersedia:
- Dermaga
- Sarana transportasi
- Gedung Pertemuan
- Sarana navigasi
- Sarana Pemasok Air Bersih dan BBM
- Lahan untuk instansi pemerintah.
- Kantor dan Rumah Dinas
- Tempat Pelelangan Ikan
- Jalan dan Tempat Parkir serta pagar

PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) ERI DI KOTA AMBON

Sarana yang tersedia :

Tahun 2005
• Talud
• Cause Way (18 m)
• Tempat Pelelangan Ikan
• Pabrik Es (Dekon)

Tahun 2006
• Cause Way lanjutan (12 m)
• Pagar Keliling dan Trestel (20 m)
• Pembuatan Revertment


PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) TAAR DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA

Sarana yang tersedia :
Tahun 2005
• Dermaga 240 m2
• Trestel 225 m2
• Karet Vender 11 buah
• Bolder
• Lampu Jalan & Jembatan



PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) AMAHAI DI KABUPATEN MALUKU TENGAH
Sarana yang telah tersedia:
- Sarana tambat.
- Sarana pemeliharaan.
- Sarana transportasi.
- Gedung perbaikan jaring,
penyemuran jaring.
- Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
- Sarana komunikasi.
- Sarana pengelolaan pelabuhan.
- Tangki air bersih dan BBM.
- Cold Storage (milik Swasta)


PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KAYELI DI KABUPATEN BURU

Sarana yang tersedia:

Tahun 2005
• Talud dan Penimbunan
• Pembuatan Revertment
• Pembuatan Dermaga Tahap I

Tahun 2006
• Pembuatan Revertment lanjutan
• Pemancangan dan Pembuatan Dermaga


PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) UKULARANG DAN KLISHATU DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

Sarana yang tersedia :
Tahun 2005
• Talud Jembatan tahap I


PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KALAR-KALAR DI KABUPATEN KEPULAUAN ARU

Sarana Yang Tersedia:
• Jembatan (kondisi rusak)

Tahun 2006;
• Rehab. Jembatan
• Tempat Pelelangan Ikan
• Kantor


SARANA DAN PRASARANA TRANSPORTASI

PERHUBUNGAN

Perhubungan Darat
Jaringan trayek di Provinsi Maluku di bagi dalam 2 kategori yakni jaringan trayek Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan Angkutan Kota di Kota Ambon (AKDK).
Angkutan Kota Dalam Provinsi memiliki 34 trayek dengan jumlah armada kendaraan sebanyak 419 unit dengan rincian sebagai berikut :

DAFTAR JUMLAH KENDARAAN TRAYEK AKDP
SAMPAI DENGAN 10 OKTOBER 2006

No. TRAYEK JUMLAH KENDARAAN JUMLAH SEAT
1 AMBON - BTN WAITATIRI 42 462
2 AMBON - SULI 57 627
3 AMBON - TIAL 22 242
4 AMBON - TENGAH-TENGAH 13 143
5 AMBON - DARUSSALAM 59 649
6 AMBON - TULEHU 23 460
7 AMBON - WAAI 2 32
8 AMBON - HUNIMUA 15 300
9 AMBON - LIANG 6 96
10 AMBON - TELAGA KODOK 24 264
11 AMBON - HITU 15 165
12 AMBON - MAMALA 2 32
13 AMBON - MORELA 4 64
14 AMBON - WAKAL 2 32
15 AMBON - HILA / KAITETU 14 224
16 AMBON - SEITH 8 128
17 AMBON - NEGERI LAMA 2 32
18 AMBON - URENG 2 32
19 AMBON - ASILULU 3 48
20 AMBON - LARIKE 2 32
21 AMBON - WAKASIHU 2 30
22 AMBON - HATU 43 473
23 AMBON - LILIBOI 4 44
24 AMBON - ALANG 13 208
25 AMBON - PIRU 4 100
26 AMBON - TANIWEL 7 175
27 AMBON - SALEMAN 4 125
28 AMBON - MASOHI 14 316
29 AMBON - WAESALA 2 25
30 AMBON - TEHORU 1 25
31 AMBON - KAWA 1 28
32 AMBON - WAHAI 2 48
33 AMBON - KOBISONTA 4 24
34 AMBON - BANGGOI 1 24
J U M L A H 419 5709

Sedangkan trayek Angkutan Kota di Kota Ambon melayani 59 trayek dengan rincian sebagai berikut :

DATA TRAYEK ANGKUTAN KOTA
DI KOTA AMBON

No. TRAYEK No. TRAYEK
1 LIN - I 31 POKA - LAHA
2 LIN - II 32 HUNUT
3 LIN - III 33 HATIVE BESAR
4 LIN - IV 34 LAHA
5 LIN - V 35 HATALAI
6 BATU MERAH 36 KAMPUNG KRANJANG
7 KARANG PANJANG 37 POKA - WAYAME
8 AHURU 38 BATU MERAH PUNCAK
9 SOYA 39 KAYU PUTIH
10 KUSU-KUSU SEREH 40 HUKURILA
11 AIR SALOBAR 41 STAIN
12 KUDAMATI 42 KOPERTIS
13 BENTENG ATAS 43 HALONG ATAS
14 GUNUNG NONA / KRAMAT JAYA 44 WAIHERU DALAM
15 MAHIA 45 HATIVE KECIL ATAS
16 TAMAN MAKMUR 46 NANIA ATAS
17 AMAHUSU 47 KILANG
18 LATUHALAT 48 WARA AIRKUNING
19 AIRLOUW 49 GALALA - AIRSALOBAR
20 SERI 50 AMBON - BANDARA
21 KEBUN CENGKEH 51 E M A
22 TANTUI 52 NAKU
23 GALALA 53 TOISAPU
24 HALONG BARU 54 BTN LATERI INDAH
25 LATERI 55 DUSUN AMA ORI
26 PASSO DAN LARIER 56 HALONG BARU BELAKANG
27 BATU GONG 57 TANAH PUTIH
28 HUTUMURI 58 LEMBAH AGRO
29 LEAHARI 59 POKA - PASSO
30 POKA - PERUMNAS

J U M L A H J U M L A H

Perhubungan Laut

Adapun pelayaran di Provinsi Maluku di tunjang oleh 3 jenis perusahaan Angkutan Laut yang ditunjang oleh 51 perusahaan dengan 295 unit potensi armada sebagai berikut :
1. Perusahaan Angkutan Laut Nasional, yang terdiri dari 10 Perusahaan Pusat dan 13 Perusahaan Cabang yang diperkuat dengan 90 unit armada kapal.
2. Perusahaan Angkutan Laut Khusus, yang melayani distribusi Bahan Bakar Minyak, memiliki 1 perusahaan cabang dengan ditunjang 12 unit armada, serta perusahaan Angkutan Laut yang melayani Perikanan dengan ditunjang oleh 23 perusahaan yang terdiri dari 1 perusahaan pusat dan 22 perusahaan cabang dan memiliki 173 unit potensi armada.
3. Perusahaan Pelayaran Rakyat yang memiliki tunjang oleh 5 perusahaan milik pusat dan memiliki 20 unit armada

Sedangkan perusahaan penunjang angkutan laut teridir dari :
1. Perusahaan Bongkar Muat (PBM) yang terdiri dari 15 perusahaan
2. Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (PT. EMKL) yang terdiri dari 14 perusahaan dan
3. Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) yang memiliki 385 orang anggota TKBM tetap, 185 orang anggota TKBM cadangan dan 300 orang anggota TKBM yang dilayani.
Untuk mengatasi kesulitan angkutan laut pada daerah-daerah terpencil dan pulau-pulau kecil, telah ditunjang dengan trayek angkutan laut perintis yang memiliki 3 pangkalan yaitu Pangkalan Ambon, dengan kode trayek R23, R24, R25 dan R26, Pangkalan Tual dengan kode trayek R27, R28 dan Pangkalan Saumlaki dengan kode trayek R29, R30.

Selain itu terdapat angkutan penyeberangan yang ditunjang oleh 8 Kapal Motor Penyeberangan (KMP) melayani rute : Poka-Galala, Hunimua-Waipirit, Galala-Namlea, Tulehu- Haruku-Saparua-Wailey, Hunimua-Nalahia-Amahai, Namlea-Ambalau-Wamsisi, Tual-Dobo-Benjina, dan Tual-Larat-Saumlaki-Tepa.

Jumlah pelabuhan laut terdiri dari :
• Pelabuhan kelas 1 meliputi pelabuhan Yos Sudarso Ambon
• Pelabuhan kelas IV meliputi Pelabuhan Tulehu, Banda, Namlea, Tual, Dobo dan Saumlaki.
• Pelabuhan Kelas V meliputi Pelabuhan Amahai, Wahai, Geser, leksula dan Kisar.
Sedangkan pelabuhan yang belum berkelas sebanyak 21 buah tersebar di semua kabupaten dan Kota.

Perhubungan Udara

Provinsi Maluku memiliki 13 Bandar Udara, yaitu Bandar Udara Pattimura, Namlea, Namrole, Amahai, Wahai, Bandanaira, Dobo, Tual, Larat, Oililit, Bula, Kisar dan Benjina.