Jumat, 15 Juni 2007

Upaya Terpadu Indonesia Membangun Pulau Terluar

Tanggal : 15 Juni 2007
Sumber : http://beritasore.com/2007/06/15/upaya-terpadu-indonesia-membangun-pulau-terluar/


Pemerintah Indonesia terus memperkokoh kedaulatannya atas pulau-pulau terluarnya dengan mengembangkan pembangunan yang terpadu di bidang ekonomi, hankam, dan lingkungan. Terdapat 12 pulau-pulau kecil terluar yang mendapatkan prioritas, yakni Pulau Rondo, Pulau Sekatung, Pulau Nipa, Pulau Berhala, Pulau Marore, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Dana, Pulau Fani, Pulau Fanildo, Pulau Bras dan Pulau Batek.

Strategi pembangunan pulau-pulau terluar yang berbatasan dengan negara-negara tetangga itu –seperti Singapura, Timor Leste, Malaysia, dan Filipina– adalah membuka beberapa simpul akses wilayah perbatasan laut sebagai pintu gerbang internasional, serta menyatupadukan program ekonomi, lingkungan, dan hankam di pulau-pulau perbatasan.

Kebijakan itu juga disinergikan dengan peningkatan kerjasama internasional dalam berbagai sektor, menghidupkan pusat-pusat pertumbuhan kepulauan di perbatasan sesuai dengan potensinya, mengembangkan transportasi dan telekomunikasi, memberikan kemudahan investasi, serta menata ruang, bea cukai, karantina, dan keimigrasian secara baik.

Agar pengembangan dan pengelolaan pulau-pulau terluar itu terpadu, maka telah dikeluarkan Peraturan Presiden No 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar.

Pemerintah Indonesia dalam berbagai kesempatan menyebutkan bahwa pulau-pulau terluarnya memiliki potensi kerawanan, baik di bidang ekonomi, keamanan, dan geopolitik.

Menurut Menkopolhukam Widodo AS, di antara pulau yang rawan itu adalah Pulau Rondo yang berbatasan dengan Samudera Hindia, Pulau Berhala yang berbatasan dengan Selat Malaka, dan Pulau Nipah yang berbatasan dengan Singapura

“Ketiganya memiliki potensi kerawanan baik secara geopolitik, ekonomi dan keamanan,” katanya.

Pulau-pulau terluar itu memiliki permasalahan tersendiri, yang umumnya menyangkut tapal batas, pertahanan-keamanan, dan potensi ekonomi.

Sebagai contoh adalah Pulau Batek yang berbatasan dengan negara Timor Leste. Pulau itu terletak di perbatasan antara Kupang NTT dengan enclave Oekusi Timor Leste.

Pulau yang luasnya 25 Ha itu memiliki panjang garis pantai 1680 m dengan kedalaman 72 m. Akses ke Pulau Batek cukup mudah karena perairan di sebelah utara pulau itu adalah Alur Kepulauan Indonesia III (ALKI III) yang merupakan jalur strategis untuk pelayaran internasional.

Pulau Batek dapat dicapai dari daratan Timor dengan menggunakan perahu, kecuali pada musim barat karena gelombang laut yang besar.

Jarak pulau Batek dari pantai Oekussi Timor Leste sekitar 100 m, sedang jarak pantai Kupang-Pulau Batek sekitar 1.150 meter. Potensi perikanan Pulau Batek cukup besar dan memiliki pasir putih yang sangat potensial dikembangkan sebagai daerah wisata.

Permasalahan Pulau Batek; belum ditetapkannya titik dasar baru di pulau-pulau sebelah utara Timor Leste karena 5 titik dasar lama sudah tidak berlaku, batas Oekusi perlu diperjelas, dan perlunya ditentukan batas wilayah secara Trilateral (Indonesia-Australia-Timor Leste).

Selain kedua belas pulau terluar itu, pulau luar lainnya yang rawan akan sengketa adalah Pulau Sekatung yang berbatasan dengan RRC, Vietnam, dan Thailand.

Indonesia sebenarnya memiliki 92 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan sejumlah negara seperti Malaysia, Vietnam, Singapura, Philipina, Australia, Timor Leste, India dan PNG.

Pulau-pulau yang berbatasan dengan negara lain tentunya memiliki kerawanan.

Masalah perbatasan dan pulau-pulau terluar merupakan salah satu penyebab utama terjadinya konflik antar negara di berbagai belahan dunia.

Contoh terkini yang dialami Indonesia adalah sengketa perbatasan di Blok Ambalat dengan pihak Malaysia, setelah kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan diraih Malaysia melalui Mahkamah Internasional.

Indonesia juga memiliki masalah perbatasan dengan Singapura,negara kota yang luasnya bertambah 117,5 kilometer pesegi dalam kurun 40 tahun terakhir. Akibatnya, perbatasan kedua negara semakin menyempit atau nyaris bersinggungan, dan berpotensi menimbulkan sengketa.

Singapura telah mereklamasi delapan pulau kecilnya yaitu Pulau Seraya, Merbabu, Merlimau, Ayer, Chawan, Sakra, Pesek, Masemut Laut dan Pulau Meskol sehingga menjadi Pulau Jurong. Pengurugan pulau- pulau itu menggunakan pasir-pasir dari Indonesia sehingga menambah luas daratan Singapura.

Pulau Jorong kini telah maju semakin dekat ke wilayah Indonesia. Menurut hukum laut internasional, batas laut diukur 12 mil dari titik terluar dari teritorial negara, sehingga perbatasan Indonesia- Singapura kini nyaris bersinggungan.

Reklamasi itu menggunakan pasir Indonesia yang berakibat hilangnya pulau-pulau kecil milik Indonesia. Pulau Sebaik, Karimun, Bintan, dan Pulau Nipah adalah korban kebijakan ekspor pasir ke Singapura.

Suatu ironi ditengah gencarnya negara-negara lain mengembangkan pulau-pulau terluarnya, Indonesia bahkan belum diberikannya nama atas seluruh pulau yang dimiliki Indonesia.

Mengelola dan memberikan nama identik dengan klaim kedaulatan atas suatu wilayah. Menyadari kekeliruan yang terjadi selama ini, Indonesia bertekad memberikan nama atas seluruh pulaunya dalam tahun 2007.

Sebanyak 92 pulau terluar telah diberikan nama, meski pulau itu luasnya hanya berkisar 0,01 - 400 kilometer pesegi dan sebagian besar tidak ada penduduknya.

Setelah memberikan nama atas 1.466 pulaunya di tahun 2006, Indonesia berupaya memberikan nama atas 6.702 pulau lainnya di tahun 2007. Dengan demikian, sekitar 17.500 ribu pulau yang dimiliki Indonesia sudah memiliki nama tahun 2007.

Dalam rangka mengembangkan pulau- pulau terluar sekaligus memperkuat kedaulatan atasnya, pemerintah Indonesia kini bertekad melaksanakan pembangunan yang berdasarkan “security”, “prosperity” dan lingkungan. (ant/ Hisar Sitanggang)

Khusus untuk Provinsi Kepulauan : DAU 2008 Ditambah 25 Persen

Tanggal : 15 Juni 2007
Sumber : http://kepriprov.go.id/id/?option=com_content&task=view&id=278&Itemid=94

Kerisauan tujuh provinsi kepulauan yang menginginkan DAU lebih besar lagi, karena luas lautan lebih besar, akhirnya terjawab. Ini setelah Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta menegaskan bahwa 2008 harapan itu sudah akan diwujudkan. Pernyataan ini disampaikan Suzetta ketika membuka Rapat Koordinasi Provinsi Kepulauan Total Archipelagie Promotion Expo 2007,
di Manado Convention Centre (MCC), tadi malam (14/6).

Suzetta mengakui bahwa selama ini pemerintah masih melihat alokasi DAU ke daerah hanya melihat kontinental. Padahal, katanya, Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihubungkan laut. Kelautan juga sering dijadikan sektor pinggiran, ujarnya.

ImageDia juga mengaku, pemerintah telah menaruh perhatian, dan mengerti kerisauan provinsi kepulauan. Dalam pasal 40 ayat 3 PP 55 2005 tentang Dana Perimbangan disebutkan bahwa luas wilayah hanyalah daratan saja. Padahal, dalam pasal 18 UU 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pada intinya daerah memiliki wilayah laut dan diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Demikian juga pasal 2 ayat 2 UU 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia mengatakan bahwa segala perairan (laut) adalah merupakan bagian integral dari wilayah daratan.

Melihat kondisi ini maka DPR RI menyepakati untuk melakukan penyesuaian formula alokasi DAU yang telah diperhitungkan dengan penambahan luas wilayah laut, katanya. Dan sebagaimana dalam aturan, kata Suzetta, bahwa wilayah laut sesuai dengan pengelolaan wilayah administratif adalah 12 mil untuk provinsi dan 4 mil untuk kabupaten/kota. Maka, untuk 2008 nanti DAU provinsi kepulauan akan dinaikkan 2008. Ini kebijakan pemerintah. DAU yang telah dihitung berdasarkan wilayah daratan akan ditambah 25 persen, ujarnya.

Gubernur Sulut SH Sarundajang, sebagai tuan rumah, menceritakan sedikit bagaimana forum ini terbentuk dan apa tujuannya. Yakni, forum ini terbentuk di Ambon pada 10 Agustus 2005 dengan melahirkan Deklarasi Ambon. Kemudian Desember 2005 di Sungai Liat, Bangka Belitung yang telah menghasilkan formula perhitungan DAU bagi provinsi kepulauan.

Selanjutnya 5 September 2006 di Pulau Bintan, Kepulauan Riau telah menghasilkan produk berupa model pembangunan pada provinsi kepulauan. Dan pada rapat kerja ini diharapkan akan dapat menghasilkan pokok pikiran mengenai kebijakan dan impelementasi UU 32 dan UU 33/2004, kebijakan pengembangan pulau-pulau kecil dan pemberdayaan masyarakat pesisir, serta kebijakan fiskal untuk pembangunan wilayah kepulauan, kata Sarundajang.

Sementara Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu yang juga Ketua Forum Kerjasama Provinsi Kepulauan mengatakan, perjuangan untuk memperbesar DAU bagi wilayah kepulauan karena selama ini luas laut sama sekali tidak diperhitungkan. Padahal dalam aturan jelas bahwa laut merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayah daratan, tukasnya.

Hadir dalam pembukaan rapat kerja itu antara lain Gubernur Maluku Karel Albert Rahalu, Wakil Gubernur Maluku Utara Prof Madjid Abdullah, Gubernur NTB Lalu Serinata, Gubernur Bangka Balitung Eko Maulana Ali, dan Gubernur Kepulauan Riau Ismet Abdullah.

Minggu, 10 Juni 2007

Profile Propinsi Sumatera Utara

Tanggal : 10 Juni 2007
Sumber : http://niasbarat.wordpress.com/2007/06/10/kabupaten-nias-barat/


Sumatera Utara, disingkat Sumut adalah sebuah propinsi yang terletak di Pulau Sumatera, berbatasan dengan Aceh di sebelah utara dan dengan Sumatera Barat serta Riau di sebelah selatan. Sumut merupakan kampung halaman bagi suku bangsa Batak, yang hidup di pegunungan dan suku bangsa Melayu yang hidup di daerah pesisir timur. Selain itu juga ada suku bangsa Jawa, Nias, Mandailing dan Tionghoa. Sumut terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, yang pada tahun 2004 memiliki 18 Kabupaten dan 7 kota, dan terdiri dari 328 kecamatan, secara keseluruhan Sumut mempunyai 5.086 desa dan 382 kelurahan. Luas daratan Sumut 71.680 km², Sumut tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian daerah. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. Sumut menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Serdang Bedagai, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan.


Kondisi Alam

Sumatera Utara pada dasarnya dapat dibagi atas: Pesisir Timur, Pegunungan Bukit Barisan, Pesisir Barat, Kepulauan Nias, Kepulauan Batu, dan Pulau Samosir di Danau Toba. Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya. Di daerah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini ada beberapa dataran tinggi yang merupakan kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir juga menjadi tempat tinggal penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini. Di pesisir barat relatif tertinggal dan merupakan titik berat pembangunan sejak pemerintahan Gubernur Raja Inal Siregar dengan program pembangunannya yang terkenal, Marsipature Hutana Be disingkat Martabe atau MHB. Sementara daerah pesisir barat biasa dikenal sebagai daerah Tapanuli.


Sumut mempunyai 419 pulau. Pulau-pulau terluar adalah pulau Simuk (kepulauan Nias), dan pulau Berhala di selat Malaka. Kepulauan Nias terdiri dari pulau Nias sebagai pulau utama dan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya. Kepulauan Nias terletak di lepas pantai pesisir barat di Samudera Hindia dengan pusat pemerintahan terletak di Gunung Sitoli. Kepulauan Batu terdiri dari 51 pulau dengan 4 pulau besar: Sibuasi, Pini, Tanahbala, Tanahmasa. Pusat pemerintahan di Pulautelo di pulau Sibuasi. Kepulauan Batu terletak di tenggara kepulauan Nias. Pulau-pulau lain di Sumut, Imanna, Pasu, Bawa, Hamutaia, Batumakalele, Lego, Masa, Bau, Simaleh, Makole, Jake, dan Sigata, Wunga.


Sumber Daya Alam

Sumut kaya akan sumber daya alam berupa gas alam di daerah Tandam, Binjai dan minyak bumi di Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat yang telah dieksplorasi sejak zaman Hindia Belanda. Selain itu di Kuala Tanjung, Kabupaten Asahan juga terdapat PT Inalum yang bergerak di bidang penambangan bijih dan peleburan aluminium yang merupakan satu-satunya di Asia Tenggara. Sungai-sungai yang berhulu di pegunungan sekitar Danau Toba juga merupakan sumber daya alam yang cukup berpotensi untuk dieksploitasi menjadi sumber daya pembangkit listrik tenaga air. PLTA Asahan yang merupakan PLTA terbesar di Sumatra terdapat di Kabupaten Toba Samosir. Selain itu, di kawasan pegunungan terdapat banyak sekali titik-titik panas geotermal yang sangat berpotensi dikembangkan sebagai sumber energi panas maupun uap yang selanjutnya dapat ditransformasikan menjadi energi listrik.


Penduduk

Sumut merupakan provinsi yang keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumut pada tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,81 juta jiwa, dan pada tahun 2002, jumlah penduduk Sumut diperkirakan sebesar 11,85 juta jiwa. Kepadatan penduduk Sumut tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan tahun 2002 meningkat menjadi 165 jiwa per km², sedangkan laju pertumbuhan penduduk selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumatera Utara setiap tahunnya tampak berfluktuasi. Pada tahun 2000 TPAK di daerah ini sebesar 57,34 persen, tahun 2001 naik menjadi 57,70 persen, tahun 2002 naik lagi menjadi 69,45 persen.

Sosial Kemasyarakatan


Suku Bangsa

Sumatera Utara adalah provinsi multietnis dengan suku Melayu, Batak dan Nias sebagai penduduk asli daerah ini. Karena merupakan daerah perkebunan tembakau sejak zaman Hindia Belanda karenanya merupakan tujuan pendatang luar untuk mencari pekerjaan. Pendatang-pendatang terutama datang dari Pulau Jawa yang datang karena kontrak kuli dengan pemerintah Hindia Belanda. Ada pula pendatang Tionghoa yang datang merantau mengadu nasib untuk kemudian menetap di sini. Penyebaran suku-suku di Sumatra Utara: Suku Melayu Deli: Pesisir Timur; Suku Batak Karo: Langkat, Binjai, Medan, Deli Serdang, Dairi, dan Dataran Tinggi Karo; Suku Batak Toba: sekitar Danau Toba, Pulau Samosir, dan Pesisir Barat; Suku Batak Simalungun: daerah Kabupaten Simalungun; Suku Batak Pakpak: daerah Dairi dan Pakpak Barat; Suku Batak Mandailing: daerah Tapanuli Selatan dan Madina; Suku Aceh: Pesisir Timur; Suku Nias: Kepulauan Nias; Suku Jawa: pesisir Timur; dan Suku Tionghoa: perkotaan di pesisir Timur.

Bahasa

Pada dasarnya, bahasa yang dipergunakan secara luas adalah bahasa Indonesia. Suku Melayu Deli mayoritas menuturkan bahasa Indonesia karena kedekatan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia. Namun di pesisir timur, masih banyak keturunan Jawa yang menuturkan bahasa Jawa yang sudah terdegradasi tentunya. Di kawasan perkotaan, suku Tionghoa lazim menuturkan bahasa Hokkian selain bahasa Indonesia. Di pegunungan, suku Batak menuturkan bahasa Batak yang terbagi atas banyak logat. Bahasa Nias dituturkan di Kepulauan Nias oleh suku Nias.


Agama

Agama utama di Sumatra Utara adalah: Islam: terutama dipeluk oleh suku Melayu Deli, suku Mandailing, suku Jawa; Kristen (Protestan dan Katolik): terutama dipeluk oleh suku Batak dan suku Nias; Hindu: terutama dipeluk oleh keturunan India yang minoritas di perkotaan; Buddha: terutama dipeluk oleh suku Tionghoa di perkotaan; dan Animisme: masih ada dipeluk oleh mayoritas suku Batak dan Nias. Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2005 umat Islam adalah kelompok agama terbesar (7.530.839 jiwa; terbanyak di Sumatera), diikuti Protestan (3.062.965 jiwa; terbanyak di Indonesia), Katolik (550.456 jiwa), Buddha (324.864 jiwa; terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat), dan Hindu (21.329 jiwa).


Pendidikan

Pada tahun 2005 jumlah anak yang putus sekolah di Sumut mencapai 1.238.437 orang, sementara jumlah siswa miskin mencapai 8.452.054 orang. Dari total APBD 2006 yang berjumlah Rp 2.204.084.729.000, untuk pendidikan sebesar Rp 139.744.257.000, termasuk dalam pos ini anggaran untuk bidang kebudayaan. Jumlah total kelulusan siswa yang ikut Ujian Nasional pada tahun 2005 mencapai 87,65 persen atau 335.342 siswa dari 382.587 siswa tingkat SMP/SMA/SMK sederajat peserta UN. Sedangkan 12,35 persen siswa yang tidak lulus itu berjumlah 47.245 siswa.


Tenaga Kerja

  • Angkatan Kerja. Pada tahun 2002 angkatan kerja di Sumut mencapai 5.276.102 orang. Jumlah itu naik 4,72% dari tahun sebelumnya. Kondisi angkatan kerja itu juga diikuti dengan naiknya orang yang mencari pekerjaan. Jumlah pencari kerja pada 2002 mencapai 355.467 orang. Mengalami kenaikan 57,82% dari tahun sebelumnya.
  • Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Jumlah TPT di Sumut naik dari 4,47% pada 2001 menjadi 6,74% pada 2002. TPT tertinggi terjadi di Kota Medan mencapai 13,28%, diikuti Kota Sibolga (11,71%), Kabupaten Langkat (11,06%), dan Kodya Tebing Tinggi (10,91%).
  • Angkatan Kerja. Penduduk yang tergolong angkatan kerja berjumlah 5,1 juta jiwa. Sekitar 34% berstatus sebagai majikan, bekerja sendiri (20%), dan pekerja keluarga (23%). Skala usaha tergambar pada komposisi yang didominasi oleh usaha kecil sekitar 99,8% dan hanya sekitar 0,2% yang tergolong usaha besar.
  • Pendidikan Pekerja. Tingkat pendidikan sebagian besar tenaga kerja. Pekerja yang berpendidikan tidak tamat sekolah dasar (SD) atau sampai tamat SD mencapai 48,96%. Lulusan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) mencapai 23%. Sedangkan lulusan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) mencapai 24,08%. Sementara itu, lulusan perguruan tinggi hanya 3,95%.

Pemerintahan

Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya, Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatra sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Pada tahun 1950. Provinsi Sumatera Utara dibentuk meliputi sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari Provinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara dibagi kepada 18 kabupaten, 7 kota (dahulu kotamadya). 325 kecamatan, dan 5.456 kelurahan/desa.


Perekonomian


APBD

Dari tahun ke tahun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumatera Utara terus meningkat. Tahun 2004 Rp 1.440.238.069.000, tahun 2005 Rp 1.645.876.354.000, dan tahun 2006 Rp 2.204.084.729.000 APBD 2006 memberikan alokasi Belanja publik Rp 1.577.946.416.580 (71,59%), sedangkan belanja aparatur Rp 626.138.312.420 (28,41%). Pos anggarannya antara lain: Bidang pertanian Rp 54.544.588.580, Bidang kesehatan Rp 131.338.927.000, dan Bidang pendidikan dan kebudayaan Rp 139.744.257.000. Pada tahun 2006 ditargetkan Rp2,087 triliun. Angka tersebut diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp1,354 triliun, dana perimbangan Rp723,65 miliar, dan Lain-lain. Pendapatan yang sah sebesar Rp23,915 miliar. Khusus sektor PAD terdiri dari pajak daerah Rp 1,270 triliun, retribusi daerah Rp 10,431 miliar, laba BUMD sebesar Rp 48,075 miliar, dan lain-lain pendapatan Rp 25,963 miliar. Perolehan dari dana perimbangan meliputi Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar Rp 183,935 miliar dan Dana Alokasi Umum Rp 539,718 miliar. Sedangkan perolehan dari Lain-lain Pendapatan yang Sah diperoleh dari Iuran Jasa Air Rp 8,917 miliar.


Perbankan

Selain bank umum nasional, bank pemerintah serta bank internasional, saat ini di Sumut terdapat 61 unit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan 7 Bank Perkreditan Rakyat Syariaf (BPRS) di Sumatera Utara. Data dari Bank Indonesia menunjukkan, Pada Januari2006, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diserap BPR mencapai Rp 253.366.627.000 dan kredit mencapai Rp 260.152.445.000. Sedangkan aktiva (aset) menapai Rp 340.880.837.000.


Pertanian dan Perkebunan

Luas daratan Provinsi Sumatra Utara 71.680 km². Provinsi ini tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. BUMN Perkebunan yang arealnya terdapat di Sumatera Utara, antara lain PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II), PTPN III dan PTPN IV.

  • Luas pertanian padi. Pada tahun 2005 luas areal panen tinggal 807.302 hektar, atau turun sekitar 16.906 hektar dibanding luas tahun 2004 yang mencapai 824.208 hektar. Produktivitas tanaman padi tahun 2005 sudah bisa ditingkatkan menjadi berkisar 43,49 kwintal perhektar dari tahun 2004 yang masih 43,13 kwintal per hektar, dan tanaman padi ladang menjadi 26,26 kwintal dari 24,73 kwintal per hektar. Tahun 2005, surplus beras di Sumatera Utara mencapai 429 ton dari sekitar 2.1.27 juta ton total produksi beras di daerah ini.
  • Luas perkebunan karet. Tahun 2002 luas areal tanaman karet di Sumut 489.491 hektar dengan produksi 443.743 ton. Sementara tahun 2005, luas areal karet menurun atau tinggal 477.000 hektar dengan produksi yang juga anjlok menjadi hanya 392.000 ton.
  • Irigasi. Luas irigasi teknis seluruhnya di Sumatera Utara seluas 132.254 ha meliputi 174 Daerah Irigasi. Sebanyak 96.823 ha pada 7 Daerah Irigasi mengalami kerusakan sangat kritis.
  • Produk Pertanian. Sumatra Utara menghasilkan karet, cokelat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan.

Komoditas tersebut telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan sumbangan devisa yang sangat besar bagi Indonesia. Selain komoditas perkebunan, Sumatra Utara juga dikenal sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan buah-buahan); misalnya Jeruk Medan, Jambu Deli, Sayur Kol, Tomat, Kentang, dan Wortel yang dihasilkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Produk holtikultura tersebut telah diekspor ke Malaysia dan Singapura.


Sarana dan Prasarana

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatra Utara juga sudah membangun berbagai prasarana dan infrastruktur untuk memperlancar perdagangan baik antarkabupaten maupun antarprovinsi. Sektor swasta juga terlibat dengan mendirikan berbagai properti untuk perdagangan, perkantoran, hotel dan lain-lain. Tentu saja sektor lain, seperti koperasi, pertambangan dan energi, industri, pariwisata, pos dan telekomunikasi, transmigrasi, dan sektor sosial kemasyarakatan juga ikut dikembangkan. Untuk memudahkan koordinasi pembangunan, maka Sumatra Utara dibagi ke dalam empat wilayah Pembangunan.

Hutan

Di Sumatera Utara saat ini terdapat dua taman nasional, yakni Taman Nasional Gunung Lueser dan Taman Nasional Batang Gadis. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan, Nomor 44 Tahun 2005, luas hutan di Sumatera Utara saat ini 3.742.120 hektar (ha). Yang terdiri dari Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam seluas 477.070 ha, Hutan Lindung 1.297.330 ha, Hutan Produksi Terbatas 879.270 ha, Hutan Produksi Tetap 1.035.690 ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 52.760 ha. Namun angka ini sifatnya secara dejure saja. Sebab secara defacto, hutan yang ada tidak seluas itu lagi. Terjadi banyak kerusakan akibat perambahan dan pembalakan liar (illegal logging). Sejauh ini, sudah 206.000 ha lebih hutan di Sumut telah mengalami perubahan fungsi. Telah berubah menjadi lahan perkebunan, transmigrasi. Dari luas tersebut, sebanyak 163.000 ha untuk areal perkebunan dan 42.900 ha untuk areal transmigrasi.


Transportasi

Di Sumatera Utara terdapat 2.098,05 kilometer jalan negara, yang tergolong laik hanya 1.095,70 kilometer atau 52,22 persen dan 418,60 kilometer atau 19,95 persen dalam keadaan sedang, selebihnya dalam keadaan rusak. Sementara dari 2.752,41 kilometer jalan propinsi, yang dalam keadaan mantap panjangnya 1.237,60 kilometer atau 44,96 persen, sementara yang dalam keadaan sedang 558,46 kilometer atau 20,29 persen. Halnya jalan rusak panjangnya 410,40 kilometer atau 14,91 persen dan yang rusak berat panjangnya 545,95 kilometer atau 19,84 persen. Dari sisi kendaraan, terdapat lebih 1,38 juta kendaraan roda dua dan empat di Sumatera Utara. Dari jumlah itu, sebanyak 873 ribu lebih berada di KotaMedan.


Ekspor dan Impor

Kinerja ekspor Sumatera Utara cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 tercatat perolehan devisa mencapai US$4,24 milyar atau naik 57,72% dari tahun sebelumnya dari sektor ini. Ekspor kopi dari Sumatera Utara mencapai rekor tertinggi 46.290 ton dengan negara tujuan ekspor utama Jepang selama lima tahun terakhir. Ekspor kopi Sumut juga tercatat sebagai 10 besar produk ekspor tertinggi dengan nilai US$3,25 juta atau 47.200,8 ton periode Januari hingga Oktober 2005. Dari sektor garmen, ekspor garmen cenderung turun pada Januari 2006. Hasil industri khusus pakaian jadi turun 42,59 persen dari US$ 1.066.124 pada tahun 2005, menjadi US$ 2.053 pada tahun 2006 pada bulan yang sama.

Kinerja ekspor impor beberapa hasil industri menunjukkan penurunan. Yakni furniture turun 22,83 persen dari US$ 558.363 (2005) menjadi US$ 202.630 (2006), plywood turun 24,07 persen dari US$ 19.771 menjadi US$ 8.237, misteric acid turun 27,89 persen yakni dari US$ 115.362 menjadi US$ 291.201, stearic acid turun 27,04 persen dari US$ 792.910 menjadi US$ 308.020, dan sabun noodles turun 26 persen dari AS.689.025 menjadi US$ 248.053. Kinerja ekspor impor hasil pertanian juga mengalami penurunan yakni minyak atsiri turun 18 persen dari US$ 162.234 menjadi US$ 773.023, hasil laut/udang, minyak kelapa dan kopi robusta juga mengalami penurunan cukup drastis hingga mencapai 97 persen. Beberapa komoditi yang mengalami kenaikan (nilai di atas US$ Juta) adalah biji kakao, hortikultura, kopi arabica, CPO, karet alam, hasil laut (non udang). Untuk hasil industri yakni moulding, ban kendaraan dan sarung tangan karet. (dari berbagai sumber).

Jumat, 08 Juni 2007

Verifikasi BLT Tambahan Terhambat di Pulau

Tanggal : 7 Juni 2008

MAKASSAR, BKM -- Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Pemkot Makassar, belum merampungkan verifikasi data penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) tambahan. Data riil yang ada saat ini masih seperti pekan lalu, yakni sekitar 1.000 kepala keluarga, sementara 505 kepala keluarga lainnya belum masuk verifikasi riil.

BPM mengaku mengalami kendala karena sulitnya melakukan pendataan di Pulau Barrang Caddi dan Barrang Lompo Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat BPM Makassar Evi Aprianti mengatakan, sejak pekan lalu tidak ada perkembangan hasil verifikasi yang dilakukan oleh BPM. Seperti data sebelumnya, 1.000 kk yang dinyatakan menerima BLT tambahan. Sementara 505 kk masih dalam tahap verifikasi. "Sebenarnya kami tidak berhenti melakukan verifikasi BLT. Hanya saja tim yang melakukan pendataan di Pulau Barrang Caddi dan Barrang Lompo belum juga melapor data terakhir hingga saat ini," kata Evi saat dihubungi, Jumat (6/6). Namun sayangnya penyebab tidak adanya laporan tim BPM dari dua pulau yang berada di Kecamatan Ujungtanah itu tak disebutkan Evi. "Tinggal dua pulau itu saja yang belum menyetor data ke BPM, sedangkan di kecamatan lainnya sudah," tambahnya. Kepala Dinas Sosial Makassar Ibrahim Saleh mengaku masih menunggu verifikasi penerima BLT baru dari BPM.
Supaya pendistribusian tidak terganggu, ia menarget data tersebut sudah disetor ke dinsos pertengahan Juni. "Seharusnya data dilaporkan secepatnya, tapi mungkin ada sedikit kendala teknis jadi tak masalah. Yang jelas, kami akan segera mengirim data penerima BLT baru ke sekretaris Departemen Sosial untuk mengeluarkan kartu BLT," kata Ibrahim. Ia menarget, distribusi BLT baru bisa bersamaan dengan penerimaan BLT tahap dua yakni pada Agustus. "Target kami ini diseusaikan dengan proses pembuatan kartu baru di pusat. Diperkirakan kartu baru bisa diambil sekitar satu bulan," katanya.