Jumat, 15 Juni 2007

Upaya Terpadu Indonesia Membangun Pulau Terluar

Tanggal : 15 Juni 2007
Sumber : http://beritasore.com/2007/06/15/upaya-terpadu-indonesia-membangun-pulau-terluar/


Pemerintah Indonesia terus memperkokoh kedaulatannya atas pulau-pulau terluarnya dengan mengembangkan pembangunan yang terpadu di bidang ekonomi, hankam, dan lingkungan. Terdapat 12 pulau-pulau kecil terluar yang mendapatkan prioritas, yakni Pulau Rondo, Pulau Sekatung, Pulau Nipa, Pulau Berhala, Pulau Marore, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Dana, Pulau Fani, Pulau Fanildo, Pulau Bras dan Pulau Batek.

Strategi pembangunan pulau-pulau terluar yang berbatasan dengan negara-negara tetangga itu –seperti Singapura, Timor Leste, Malaysia, dan Filipina– adalah membuka beberapa simpul akses wilayah perbatasan laut sebagai pintu gerbang internasional, serta menyatupadukan program ekonomi, lingkungan, dan hankam di pulau-pulau perbatasan.

Kebijakan itu juga disinergikan dengan peningkatan kerjasama internasional dalam berbagai sektor, menghidupkan pusat-pusat pertumbuhan kepulauan di perbatasan sesuai dengan potensinya, mengembangkan transportasi dan telekomunikasi, memberikan kemudahan investasi, serta menata ruang, bea cukai, karantina, dan keimigrasian secara baik.

Agar pengembangan dan pengelolaan pulau-pulau terluar itu terpadu, maka telah dikeluarkan Peraturan Presiden No 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar.

Pemerintah Indonesia dalam berbagai kesempatan menyebutkan bahwa pulau-pulau terluarnya memiliki potensi kerawanan, baik di bidang ekonomi, keamanan, dan geopolitik.

Menurut Menkopolhukam Widodo AS, di antara pulau yang rawan itu adalah Pulau Rondo yang berbatasan dengan Samudera Hindia, Pulau Berhala yang berbatasan dengan Selat Malaka, dan Pulau Nipah yang berbatasan dengan Singapura

“Ketiganya memiliki potensi kerawanan baik secara geopolitik, ekonomi dan keamanan,” katanya.

Pulau-pulau terluar itu memiliki permasalahan tersendiri, yang umumnya menyangkut tapal batas, pertahanan-keamanan, dan potensi ekonomi.

Sebagai contoh adalah Pulau Batek yang berbatasan dengan negara Timor Leste. Pulau itu terletak di perbatasan antara Kupang NTT dengan enclave Oekusi Timor Leste.

Pulau yang luasnya 25 Ha itu memiliki panjang garis pantai 1680 m dengan kedalaman 72 m. Akses ke Pulau Batek cukup mudah karena perairan di sebelah utara pulau itu adalah Alur Kepulauan Indonesia III (ALKI III) yang merupakan jalur strategis untuk pelayaran internasional.

Pulau Batek dapat dicapai dari daratan Timor dengan menggunakan perahu, kecuali pada musim barat karena gelombang laut yang besar.

Jarak pulau Batek dari pantai Oekussi Timor Leste sekitar 100 m, sedang jarak pantai Kupang-Pulau Batek sekitar 1.150 meter. Potensi perikanan Pulau Batek cukup besar dan memiliki pasir putih yang sangat potensial dikembangkan sebagai daerah wisata.

Permasalahan Pulau Batek; belum ditetapkannya titik dasar baru di pulau-pulau sebelah utara Timor Leste karena 5 titik dasar lama sudah tidak berlaku, batas Oekusi perlu diperjelas, dan perlunya ditentukan batas wilayah secara Trilateral (Indonesia-Australia-Timor Leste).

Selain kedua belas pulau terluar itu, pulau luar lainnya yang rawan akan sengketa adalah Pulau Sekatung yang berbatasan dengan RRC, Vietnam, dan Thailand.

Indonesia sebenarnya memiliki 92 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan sejumlah negara seperti Malaysia, Vietnam, Singapura, Philipina, Australia, Timor Leste, India dan PNG.

Pulau-pulau yang berbatasan dengan negara lain tentunya memiliki kerawanan.

Masalah perbatasan dan pulau-pulau terluar merupakan salah satu penyebab utama terjadinya konflik antar negara di berbagai belahan dunia.

Contoh terkini yang dialami Indonesia adalah sengketa perbatasan di Blok Ambalat dengan pihak Malaysia, setelah kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan diraih Malaysia melalui Mahkamah Internasional.

Indonesia juga memiliki masalah perbatasan dengan Singapura,negara kota yang luasnya bertambah 117,5 kilometer pesegi dalam kurun 40 tahun terakhir. Akibatnya, perbatasan kedua negara semakin menyempit atau nyaris bersinggungan, dan berpotensi menimbulkan sengketa.

Singapura telah mereklamasi delapan pulau kecilnya yaitu Pulau Seraya, Merbabu, Merlimau, Ayer, Chawan, Sakra, Pesek, Masemut Laut dan Pulau Meskol sehingga menjadi Pulau Jurong. Pengurugan pulau- pulau itu menggunakan pasir-pasir dari Indonesia sehingga menambah luas daratan Singapura.

Pulau Jorong kini telah maju semakin dekat ke wilayah Indonesia. Menurut hukum laut internasional, batas laut diukur 12 mil dari titik terluar dari teritorial negara, sehingga perbatasan Indonesia- Singapura kini nyaris bersinggungan.

Reklamasi itu menggunakan pasir Indonesia yang berakibat hilangnya pulau-pulau kecil milik Indonesia. Pulau Sebaik, Karimun, Bintan, dan Pulau Nipah adalah korban kebijakan ekspor pasir ke Singapura.

Suatu ironi ditengah gencarnya negara-negara lain mengembangkan pulau-pulau terluarnya, Indonesia bahkan belum diberikannya nama atas seluruh pulau yang dimiliki Indonesia.

Mengelola dan memberikan nama identik dengan klaim kedaulatan atas suatu wilayah. Menyadari kekeliruan yang terjadi selama ini, Indonesia bertekad memberikan nama atas seluruh pulaunya dalam tahun 2007.

Sebanyak 92 pulau terluar telah diberikan nama, meski pulau itu luasnya hanya berkisar 0,01 - 400 kilometer pesegi dan sebagian besar tidak ada penduduknya.

Setelah memberikan nama atas 1.466 pulaunya di tahun 2006, Indonesia berupaya memberikan nama atas 6.702 pulau lainnya di tahun 2007. Dengan demikian, sekitar 17.500 ribu pulau yang dimiliki Indonesia sudah memiliki nama tahun 2007.

Dalam rangka mengembangkan pulau- pulau terluar sekaligus memperkuat kedaulatan atasnya, pemerintah Indonesia kini bertekad melaksanakan pembangunan yang berdasarkan “security”, “prosperity” dan lingkungan. (ant/ Hisar Sitanggang)

Tidak ada komentar: